
Setiap momen Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) selalu terasa istimewa bagi Sr.M. Evifania Sinaga FCJM. Musababnya, dari kebiasaan sharing Kitab Suci bersama orangtua dan saudaranya, tumbuh bibit panggilan untuk menjadi biarawati. Habitus tersebut menjadi salah satu yang menyulut semangat panggilan putri dari Jasmen Sinaga dan Ruspita Sitohang menapak masuk ke Kongregasi Suster-suster Fransiskan, Putri-putri Hati Kudus Yesus dan Maria.
“Saya terlahir dalam keluarga yang cukup besar. Yakni, 13 bersaudara (7 laki-laki dan 6 perempuan). Kedua orang tua saya adalah orang tua yang luar biasa. Tidak pernah berkelahi, sejauh yang saya lihat dan saksikan,” tutur Suster bernama kecil Sebastiana Menti Sonar Sinaga, kepada Menjemaat via pesan elektronik, pada Senin (22 Agustus 2022).
Menurut, Suster Evi, kedua orangtuanya memiliki hidup rohani dan pengabdian yang tinggi dalam Gereja. “Ayah saya sejak mudanya telah aktif terlibat dalam kepengurusan Gereja. Jaman dulu disebut Sintua. Lalu naik menjadi Porhanger, dan akhirnya menjadi Dewan Paroki. Hampir seluruh hidupnya diabdikan untuk Gereja. Selain menjadi Dewan Paroki, ayah juga ikut aktif menjadi anggota KomKat KAM (Komisi Kateketik Keuskupan Agung Medan).”
Dia melanjutkan, “Hari Minggu adalah hari yang sangat istimewa bagi keluarga. Hari di mana semua anggota keluarga wajib ke Gereja. Pada hari Minggu juga hari keluarga menikmati kebersamaan. Kebijaksanaan Ilahi itu jauh lebih berharga dari harta apapun di dunia. Maka, bagi ayah khususnya harta di dunia ini hanya sementara, tidak perlu terlalu pusing dan rakus mencarinya. Yang penting cukup untuk hidup.”
Dalam acara doa itu masing-masing kami dapat tugas, buat doa. Bahkan ada juga sharing Kitab Suci. Selain itu juga ada kebiasaan kami baca Alkitab di rumah baik pribadi (termasuk kami sebagai anak-anak, gemar membaca Alkitab karena kisah-kisah di dalamnya sangat menarik). Jadi sebelum saya masuk biara, saya sudah selesai membaca Kitab Suci. Banyak tokoh-tokoh Kitab Suci yang saya kagumi baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Pengalaman paling berkesan: Sharing Kitab Suci
Mengenang masa diasuh oleh orangtua, bagi Suster Evi rumah keluarganya ibarat biara. “Ayah sebagai kepala keluarga menghayati tugasnya dengan baik. Setiap makan selalu berdoa. Setiap malam pasti ada doa Rosario (pada bulan Rosario & bulan Maria) dan Pembahasan Kitab Suci,” tutur Suster yang akan bertolak ke Roma pada Desember 2022, sebab terpilih dalam Dewan Pimpinan Umum Generalat FCJM.
“Semua anggota keluarga wajib hadir entah sudah mengantuk atau belum. Kadang kami sebagai anak-anak mau juga merasa capek berdoa dan beribadat sabda. Maka kami pura-pura mau tidur duluan dengan maksud supaya tidak ikut doa. Tapi orang tua tidak akan memarahi kalau kami pergi tidur duluan. Hanya saja kalau sudah tiba waktunya berdoa bersama, ayah atau kakak yang lebih tua akan mengangkat siapa saja dari tempat tidurnya, meletakkannya di tempat berkumpul tanpa membangunkannya. Akhirnya yang tidurpun malu sendiri saat sudah diletakkan dan akhirnya bangun, ikut doa.”
Dia mengatakan, dalam acara doa keluarga itu masing-masing dari mereka dapat tugas memimpin doa. Bahkan ada juga sharing Kitab Suci. “Selain itu juga ada kebiasaan kami baca Alkitab di rumah baik pribadi (termasuk kami sebagai anak-anak, gemar membaca Alkitab karena kisah-kisah di dalamnya sangat menarik). Jadi sebelum saya masuk biara, saya sudah selesai membaca Kitab Suci. Banyak tokoh-tokoh Kitab Suci yang saya kagumi baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.”
Dari semua habitus bersama dalam keluarga, baginya pengalaman yang paling berkesan adalah saat ayah meminta kami anak-anaknya mensharingkan ayat mana yang paling berkesan. “Dan di situlah kami juga dilatih untuk mulai berani berbagi, berbicara apa adanya mengenai Kitab Suci. Tanpa pernah dihakimi atau dikatakan salah.”
“Satu sharing yang sungguh saya dengar dari ayah saya sendiri yang kebetulan waktu itu bacaan tentang: Carilah dahulu kerajaan Allah, maka segalanya akan ditambahkan kepadamu (Matius 6:33). Kata-kata ini tetap terngiang dalam benakku. Saat itu pula ayah katakan bahwa kita tidak perlu sibuk mengumpulkan harta di dunia ini. Tapi memang itu perlu, tapi cukuplah hanya untuk kebutuhan kita saja,” kata biarawati yang memilih motto kaul kekal dari nats Injil Yohanes: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8: 12).
Sabda Tuhan sebagai Penyelamat
Seturut pengalaman di bawah asuhan orangtuanya, Suster Evi meyakini pentingnya kebiasaan dan budaya membaca Alkitab di tengah keluarga. “Karena hanya Sabda Tuhan yang menyelamatkan di tengah maraknya informasi yang membingungkan. Sabda Tuhan tidak pernah membuat kita bingung, tapi malah membuat kita makin tenang.”
“Peranan orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter anak. Nilai-nilai rohani itu tidak terjadi begitu saja sesudah masuk biara, tetapi seharusnya sudah dimulai sejak di dalam keluarga masing-masing. Pembiasaan membaca Kitab Suci dalam keluarga itu ibarat menabur benih di tanah, hingga suatu saat bertumbuh, berkembang dan menghasilkan buah,” ujarnya.
Menurutnya, membaca Kitab Suci ibarat membaca surat cinta dari Tuhan. Karena itu perlu ada kerinduan untuk membaca lagi dan lagi. Biasakan setiap hari saat tengah hari membaca KS dan menjelang tidur malam. Sehingga Sabda Tuhan yang kita baca itu masuk dan meresap dalam bawah sadar sehingga lama-lama menjadi sebuah kebiasaan bahkan menjadi diri kita sendiri.
“Hanya 30 menit membaca Kitab Suci setiap hari sudah baik pribadi maupun bersama sebagai keluarga. Tuhan memberi kita waktu 24 jam/hari, kita hanya luangkan waktu beberapa menit dan pasti membawa pembaruan besar bagi diri dan keluarga.”
(Ananta Bangun)
// ditulis untuk majalah Menjemaat edisi September 2022