Gawai, Medsos Bisa Bikin Candu. Tapi?


:: Mari Kita Mulai dengan Data

Pada edisi 28 Juni 2022, harian Kompas menyemat salah satu liputan dengan judul: “Masa Depan Internet Terang, tetapi Literasinya Masih Kurang”. Info dari reportase ini sungguh penting, karena ulasannya tentang tabiat kita memberdayakan Internet di masa mendatang. 

Kita kutip prediksi dalam reportase tersebut secara utuh: [Dalam beberapa tahun ke depan, konsumsi masyarakat mengakses media daring diprediksi akan menggeser kebiasaan media arus utama atau media mainstream. Kondisi ini ditandai dengan tingginya pola akses media digital oleh anak muda.]

Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang diterbitkan pada Juni 2022, tingkat penetrasi internet di Indonesia adalah 77,02 persen. Data dari lembaga yang sama, mengungkap jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi internet pada tahun 2021-2022 sebanyak 210 juta jiwa dari total 272 juta penduduk tahun 2021.

Jika menilik data APJII dari tahun sebelumnya, maka tingkat penetrasi Internet di Indonesia melonjak pesat. Pada 2018, angkanya 64,8 persen dan meningkat jadi 73,7 persen pada 2019-2020.

Dalam survei harian Kompas, kelompok usia muda lebih sering membuka gawai untuk mengakses media sosial dibandingkan kelompok usia menengah dan usia tua. Responden kelompok muda menyatakan mengakses media sosial setiap hari. Platform aplikasi daring, seperti Instagram, Facebook, dan Whatsapp, paling sering diakses, baik sebagai sarana percakapan maupun sebagai konten informasi.

Namun, dalam pola kebiasaan konsumsi media ini, bisa dikatakan audiens bersifat pasif. Berdasarkan survei itu, responden pada semua kelompok usia masih sebatas membaca berita yang sudah tersedia atau tersaji secara daring.

Fenomena ini menunjukkan sebagian besar audiens cenderung terpapar informasi yang disajikan oleh belantara konten internet. Bahkan, hasil survei Litbang Kompas ini menunjukkan audiens di semua kelompok usia mayoritas sudah menyatakan puas dengan informasi yang disajikan oleh media sosial, yakni 91,4 persen.

Sikap puas tersebut menegaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih berada pada level konsumen informasi dari internet, tetapi kurang kritis terhadap konten yang disajikan oleh internet karena sudah merasa puas dengan informasi yang tersaji. Gambaran ini menunjukkan belum kuatnya literasi digital di kalangan masyarakat.

Data APJII periode Juni 2022 menunjukkan masyarakat terkoneksi ke internet melalui beragam cara. Mayoritas menggunakan data seluler (77,64 persen), koneksi Wi-Fi di rumah (20,61 persen), koneksi Wi-Fi di kantor dan sekolah (0,61 persen), Wi-Fi ruang publik (0,96 persen), serta koneksi internet lainnya (0,18 persen).

Dari sisi perangkat yang digunakan untuk mengakses internet, sebanyak 89,03 persen menggunakan smartphone atau gawai, kemudian 0,73 persen menggunakan laptop atau desktop. Sebesar 10,24 persen menggunakan keduanya, baik komputer maupun gawai.

:: Apa artinya data ini kita ketahui?

Semakin besarnya jumlah pengguna Internet menandakan peluang cuan juga ikut mengalir deras ke rekening perusahaan di bidang ini. Sebagai rujukan, kita bisa merujuk berita di Tempo.co dengan judul “Google untung besar, raup laba Rp259 triliun hanya dalam tiga bulan pertama 2021, apa kuncinya?” yang dipublikasi pada 28 April 2021. Selain itu boleh juga kita lirik berita DW.com dengan judul “Apple dan Facebook Raup Untung Besar Selama Pandemi” yang dipublikasi pada 28 Januari 2021.

Dari mana sumber pendapatan yang besar itu? Salah satunya tentu dari iklan yang kerap berseliweran di layar gawai kita. Pemasang iklan merasa senang mengeluarkan dana belanja iklan tersebut, karena langsung terpampang di calon konsumennya via gawai. 

Di mana ungkapan senang itu tampak jelas dari data belanja iklan 2021 Capai Rp259 Triliun, Sektor Online Service Mendominasi Perusahaan riset data dan analitik Nielsen melaporkan total belanja iklan pada tahun 2021 mencapai Rp259 triliun, naik 13 persen jika dibandingkan dengan 2020.

Dengan jumlah pemasukan yang besar tersebut (yang akan semakin meningkat seiring jumlah pengguna Internet), maka wajar bila korporat yang bergerak di lini ini berusaha agar pengguna Internet, yang umumnya via gawai, menjadi candu berlama-lama di linimasa mereka.

:: Apa itu “kecanduan”?

Jika kita menelusur di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi digital, akan mendapati arti yang agak dangkal dari kata “kecanduan”. Yang diterangkan sebagai [kecanduan/ke·can·du·an/ v ki kejangkitan suatu kegemaran (hingga lupa hal-hal yang lain): kelihatan menonjol ~ nya pada segala macam permainan: banyak pemuda yang sudah ~ morfin]

Penjelasan dari Halodoc, sepertinya lebih terang. Yakni: Kecanduan adalah satu kondisi yang membuat seseorang kehilangan kontrol terhadap suatu hal. Biasanya hal ini merujuk pada rasa suka yang terlalu dan didorong oleh keinginan kuat atau kegemaran terhadap satu hal. Seseorang yang mengalami kecanduan biasanya tidak akan memiliki kendali atas apa yang ia lakukan, konsumsi, atau gunakan.

Hal itu kemudian berkembang menjadi sebuah kecanduan. Kondisi ini bisa terjadi pada (siapa) saja dan ada banyak jenisnya. Mulai dari kecanduan makanan, menonton video porno, gadget, hingga kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Kondisi ini juga melibatkan disfungsi kronis dari sistem otak yang melibatkan penghargaan, motivasi, hingga memori. 

:: Bagaimana cara mengetahui apakah sedang mengalami kecanduan gawai atau medsos?

Kemungkinan ada beberapa gejala kecanduan gawai dan medsos ini. Namun, coba kita fokuskan pada tiga ini:

  • Yang pertama adalah kecemasan berlebihan karena Fear of Missing Out (FOMO) atawa takut ketinggalan akan informasi viral dan trending di media sosial. 
  • Yang kedua, mulai kesulitan membaca dan memahami konten (teks atau video) dengan halaman/ durasi panjang 
  • Yang ketiga, mulai kesulitan dalam menyampaikan sebuah ide/ gagasan dengan jelas
perihal gejala FOMO akibat medsos bisa disimak dalam video ini

:: Mengapa bisa kecanduan?

// smartphone dan media sosial dirancang untuk membuat orang kecanduan

Di mana tanda itu tampak dari suara/ jingle dan warna mencolok agar kita terus terdorong memperhatikan dan menggunakan smart phone/ gawai dan aktif di media sosial tersebut

Perusahaan medsos merancang agar tampilan linimasa nya tanpa batas. Sehingga otak kita terangsang untuk terus menjelajah atawa scrolling.

 

Perusahaan media sosial membuat kecerdasan buatan untuk melacak dan merekam kata kunci yang kerap kita telusur di jagat linimasa mereka. Berbekal informasi ini, program kecerdasan buatan tersebut akan menyajikan konten yang sesuai dan memancing kita untuk terus betah menelusur di linimasa medsos tersebut

“Gawai dirancang bukan lagi untuk membantu manusia, namun menjaga penggunanya tetap menaruh perhatian besar ke dalam perangkat tersebut.” Demikian disampaikan Tristan Harris dalam satu liputan buat channel Youtube Vox.

:: Bagaimana mengatasi candu akan media sosial dan lekat dengan gawai?

Langkah pertama mematikan semua notifikasi yang tidak berkaitan dengan interaksi dengan manusia. Sebab aplikasi masa kini meniru cara komunikasi ini. 

Panggilan telepon, pesan dari aplikasi chatting adalah interaksi dengan manusia. Sementara notifikasi update dan pemberitahuan dari aplikasi media sosial tidak selalu menjamin bahwa itu adalah interaksi dengan manusia.

Maka, pastikan icon yang ada di desktop ponsel adalah aplikasi yang benar-benar dibutuhkan dan berkaitan interaksi dengan manusia.

Langkah kedua. Jika memang kesulitan untuk menghindari notifikasi dari media sosial. Kita boleh siasati dengan membuat grayscale (hitam-putih) untuk interface atau tampilan di layar. Sehingga mata dan otak tak tergaet oleh notifikasi. 

Langkah ketiga. PUASA MEDSOS. Upaya sepertinya sangat ekstrem. Namun, sangat layak dicoba bila memang alur kehidupan sangat dirongrong oleh gawai dan media sosial. 

:: Langkah bijak menggunakan gawai dan medsos

Teknologi komunikasi dalam gawai dan media sosial tak melulu perihal sisi buruk. Dia mirip seperti pisau, yang bisa membantu buat memasak. Namun, bisa juga senjata untuk membunuh sesama.

Ada sejumlah besar kisah manfaat besar media sosial dalam kehidupan manusia. Namun, coba kita lirik satu contoh dahulu. Yakni, pengalaman dari perusahaan Blendtec dalam memasarkan produk blendernya. 

Bos besar Blendtec, Tom Dickson membuat terobosan besar dengan membuat video dirinya menghancurkan benda (seperti: kelereng, iphone hingga CD musik Justin Bieber) ke dalam produk blendernya. 

Meskipun tak semua kita berjualan seperti Blendtec, namun ide bahwa “media sosial efektif sebagai tempat memasarkan apapun” adalah benar. Jejak rekam kegiatan pribadi, hingga karya dan peristiwa di mana kita terlibat bisa disimpan dalam media sosial. 

Informasi positif tentang diri sendiri merupakan portofolio pribadi yang mumpuni. Semakin banyak perusahaan kini menelusur calon pegawai baru melalui akun media sosial pribadinya.

Dan, berkenaan artikel dan presentasi ini disusun bagi kalangan remaja atau kawula muda Katolik. Jangan lupakan bahwa media sosial merupakan “lahan” pewartaan sabda Allah yang amat luas. 

:: Gereja Peduli dengan Komunikasi

Pada 12 Desember 2012, Paus Benediktus XIV pertama kali mencuit (posting) di Twitter dengan akun @Pontifex. Gebrakan Bapa Suci untuk membaur di dunia medsos, menandakan bahwa Gereja tidak anti terhadap teknologi komunikasi. Sebaliknya, sangat mengagumi dan hendak menjadikannya sebagai sarana baru dalam pewartaan sabda Allah. 

Dekrit Inter Mirifica merupakan landasan spirit dari Pastoral Komunikasi Sosial di seluruh Gereja Katolik. Di antara penemuan yang mengagumkan. Demikianlah frase awal dari Dekrit Inter Mirifica (4 Desember 1963), salah satu dokumen Konsili Vatikan II, yang dinamakan sesuai penggalan awal paragraf pembukanya.

Frase tersebut adalah ungkapan kagum atas kemampuan teknologi komunikasi dan informasi di zaman Konsili Vatikan II. Di antaranya: telepon, radio, media cetak (seperti koran dan majalah), hingga televisi hitam-putih. Ya, benar. Bahkan pada masa itu, para bapa konsili telah membaca tanda zaman, secara khusus perihal teknologi tersebut.

Kekaguman tersebut atas kemampuan teknologi komunikasi dan informasi menembus batas waktu dan tempat, hingga daya-nya untuk menggerakkan massa (sejumlah besar insan). Sebab kemampuan itu, Gereja kemudian mencetuskan istilah ‘Komunikasi Sosial’. 

Dan, atas dasar itu juga, Inter Mirifica dibuat. Yakni, pada upaya-upaya komunikasi sosial yang pada hakikatnya mampu mencapai dan menggerakkan bukan hanya orang perorangan, melainkan juga massa.

Gereja menyadari bahwa media komunikasi sosial dapat bermanfaat untuk mewartakan kabar gembira, terutama bila digunakan secara tepat. Namun Gereja juga cemas apabila manusia cenderung menyalahgunakannya. Media berwajah ganda. 

Gereja memandang sebagai kewajibannya, untuk juga dengan memanfaatkan media komunikasi sosial menyiarkan Warta Keselamatan, dan mengajarkannya, bagaimana manusia dapat memakai media itu dengan tepat.

Konsili mendukung sepenuhnya perhatian dan kewaspadaan Paus dan Uskup dalam perkara yang penting ini. Sekaligus percaya bahwa ajarannya akan berguna, tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga bagi masyarakat umum.

‘Pergilah, Kamu Diutus.’ ‘Amin.’

Penggalan kalimat di atas sering kita dengar sebelum mengakhiri perayaan Ekaristi. Dalam arti, pewartaan Kerajaan Allah belumlah usai. Dan, tentu saja, bukan hanya tugas kaum biarawan/ biarawati. Kita semua dipanggil untuk menjalankan peran tersebut, dapat dilakukan dengan menyebarkan berita perdamaian melalui dunia maya. Jika belum tahu, kita dapat saling berbagi pengetahuan dengan diskusi atau pelatihan.

| Catatan: artikel ini merupakan bagian dari alur presentasi untuk Seminar bagi Remaja dan OMK di Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi – Binjai.

File PDF presentasi bisa diunduh dari tautan ini.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.