dipinjam dari laman http://www.berdikarionline.com
Sesekali sebuah tulisan akan lahir kegelisahan. Demikian lah musababnya aku menuangkan kata demi kata dalam tulisan ini.
Aku gelisah pada beberapa kali ujaran: “Umat tak punya minat membaca.’ “Kita sudah tahu, bahwa di Sumut ini, minat baca kurang. Lebih suka ngomong, daripada baca.”
Ujaran itu muncul kala aku dan sejumlah rekan kerja bertanya mengapa jumlah pelanggan majalah yang kami tangani mengalami penurunan.
Mulanya, aku kira pernyataan itu lumrah. Biasa saja.
Namun, satu pendapat berbeda muncul. Yakni, saat teringat gambar Soekarno tengah mengajarkan huruf bagi rakyat. Aku kira itu terjadi pada masa-masa awal negara Indonesia.
Seandainya, pada masa itu, banyak menyampaikan ujaran seperti ini: “Rakyat tidak ada minat baca, buat apa diajarin tahu huruf” dan sejenisnya, dan para pemimpin negara melakukannya. Apakah yang akan terjadi kini?
Layakkah kita sebut dia sebagai Bapak Bangsa, jika benar-benar menuruti ujaran melemahkan seperti itu?