
Jika diperhatikan secara teliti, maka pembaca tentu (akan) mendapati hal baru di wajahnya. Untunglah dia adalah majalah Ralinggungi, bukan seorang gadis. Jika tidak, tentu akan terkena demam Corona eh… asmara. Huehehehehe.
Sebagaimana lazimnya kisah asmara, perwajahan baru ini juga punya cerita. Bermula dari sejumlah masukan, keluhan dan harapan di dapur Redaksi Ralinggungi, semua itu berujung pada satu mantra: penyegaran logo!
Bapak Betlehem Ketaren, salah satu pentolan di Redaksi Ralinggungi, telah mendapat persetujuan dari Pemimpin Redaksi, Pastor Karolus Sembiring OFM Cap untuk menyampaikan misi mulia ini. Saya kemudian dihubungi pak Betlehem untuk diskusi lebih lanjut. Entah karena pengaruh daging panggang, petai, jengkol, teh susu dan beragam jamuan Pesta Tahun Baru 2020, saya sungguh lupa tanggal pasti jejak diskusi tersebut. Namun, gambaran yang diharapkan Redaksi cukup jelas disampaikan bapak penggemar tulis-menulis ini: “Ralinggungi hendak sejajar dengan desain majalah milik KAM. Maka, sungguh baik bila ada corak rumah adat setempat dalam logo barunya.”

Entah ide itu datang dari mana, tiba-tiba saja muncul semudah memetik buah jeruk di depan mata. Aku teringat sebuah logo majalah Menjemaat yang pernah dirancang oleh guruku, bapak (alm.) Lim Bun Chai — seorang desainer senior di harian Kompas. Aku pun terharu, sebab akhirnya warisan ini bisa diteruskan oleh majalah Ralinggungi. Desain awalnya, yang diperuntukkan ke Menjemaat, hanya digunakan selama edisi tahun 2016 saja. Setelahnya, kembali format sebelumnya. [kabar kepergian almarhum Lim Bun Chai, kuketahui dari laman berita ini: https://kompas.id/baca/utama/2019/08/11/kado-kemuliaan-sang-bapa-buat-pak-lim/ ]

Maka, aku sampaikan saja ide tentang logo warisan pak Lim ke pak Betlehem. Syukurlah, dia menyambut dengan sukacita. Logo rumah adat kemudian kusemat sebagai ganti huruf ‘A’. Sementara sisa huruf lainnya kutambahkan dengan font Adam CG Pro.
Puji Tuhan, logo baru ini telah bisa disemat di sampul majalah Ralinggungi sejak edisi Januari 2020.
Barcode ISSN
Aku mengutip penjelasan ini dari Wikipedia: “International Standard Serial Number – ISSN (Nomor Seri Standar Internasional) adalah sebuah nomor unik yang digunakan untuk identifikasi publikasi berkala media cetak ataupun elektronik. Nomor identifikasi ini sejenis dengan ISBN yang diperuntukkan bagi buku.”
Permohonan ISSN bagi majalah Ralinggungi mulai diajukan sejak minggu kedua dari Januari 2020. Atas kemurahan hati Tuhan, proses verifikasi berkas kemudian lulus pada 24 Januari 2020. Pada 28 Januari 2020, tahap transfer untuk pendaftaran dan pengurusan barcode ISSN telah dikirim via Bank Mandiri KCP Iskandar Muda Medan. Hingga akhirnya tugas yang diembankan tuntas pada Kamis (30 Januari 2020), dengan terbitnya Surat Keputusan dari LIPI.[File PDF surat tersebut bisa diunduh dari tautan di sebelah SK ISSN majalah Ralinggungi ]

Seandainya saja ada waktu, sungguh satu sukacita besar bila barcode tersebut dapat disemat mulai edisi Februari 2020. Namun, karena ketidakpastian waktu pengurusan barcode serta mengejar momen Tahbisan Imamat Kapusin pada tanggal 1 Februari 2020, harapan ditunda sementara.
Bung Vinsensius Sitepu, sahabat lama sejak SMU Negeri 17 Medan, turut memberi andil besar. Dia berkenan kusela waktu kerjanya demi pendaftaran, bahkan hingga menggarap agar resolusi ISSN majalah Ralinggungi lebih baik untuk masuk versi cetak.
Demikian sepintas catatan cerita di balik wajah baru majalah Ralinggungi ini. Tentu saja diiringi harapan kiranya media ini bisa mewartakan dan mengilhami umat Katolik. Terutama yang berbahasa Ibu, bahasa Karo.
Terima kasih kepada Tuhan, doa-doa dan dukungan dari keluarga besar Ralinggungi serta seluruh insan pencinta majalah ini. Shalom. Mejuah-juah.
Ananta Bangun
[artikel ini, saya pandang sebagai catatan pribadi. Namun, sila bebas dikutip untuk rujukan atau pembelajaran]