
Suatu ketika seorang pengurus rumah ibadah menerima tamu (sepasang Suami Istri) di rumahnya. Dia coba menduga-duga arah perbincangan, sebab melihat paras wajah tamunya agak mendung.
Untung pengalamannya sudah segudang, sehingga tak begitu terkejut saat pasutri tersebut mengaku hendak pisah karena merasa tak akur. Namun, keduanya sepakat untuk membincangkannya lebih dahulu dengan seorang tetua yang bijak — yang kini mereka datangi.
Si pengurus coba ambil jalan bijak. Keduanya diminta untuk berdoa dengan khusuk pada jam nol-nol (setelah pukul 12 malam). “Pasanglah alarm agar kalian tidak ketiduran. Saya juga akan turut mendoakan kalian pada jam yang sama,” ucapnya memberi peneguhan.
Keesokan hari, pasutri ini datang ke rumah si pengurus dengan isak tangis. Mereka menyesali pernah berkeputusan untuk pisah. Doa bersama ternyata telah menjernihkan hati dan pikiran. “Terima kasih, bapa,” kata mereka sebelum pamit pulang.
Istri si pengurus turut larut dalam haru, kala mengetahui hal tersebut. “Tapi, memangnya bapak ada doa tadi malam?” tanya istrinya agak curiga.
“Ya, enggak lah. Siapa yang mau doa di jam segitu. Pas enak-enaknya tidur,” kata si pengurus dengan wajah tak berdosa.
—– cerita dari seorang narasumber yang tak ingin jati dirinya disebut.