Hormati Ayah-Ibumu


Pasangan suami istri itu tak bisa menahan rasa terkejut. Putra semata wayang mereka meminta restu mendaftar ke sekolah calon Imam. Alasan dia pun membuat geli, agar bisa menggantikan Imam sepuh di gereja mereka.

Tidak terasa waktu yang bergulir pelan, telah mengantar anak mereka ke jenjang usia remaja ternyata. Karena alasan usia belum dewasa, mereka sepakat menolak permintan si anak.

Setelah menamatkan pendidikan tinggi, dia meminta kembali restu yang sama. Kali ini dibumbui pidato ringkas: “Bapak, Ibu. Aku sudah dewasa. Biar lah kini aku memilih jalan hidupku. Aku menghormatimu, sebagai orangtuaku.”

Si bapak terkesima dan mengiyakan. Namun ibu belum bisa terima, meski kali ini tak menghadang.

Si Anak kemudian melakukan apa yang telah ditetapkannya. Dia terus saling bertukar kabar dengan orang tuanya via surat. Yang hanya dibalas oleh si bapak.

Mendekati masa setahun, si anak merasa kurang semangat. Gara-gara, si Ibu tak pernah membalas suratnya. Suara hatinya seperti mengajak agar berhenti menempuh panggilan Iman ini.

Maka, si Anak amat kaget, saat satu hari, menerima dua lembar surat dari orang tuanya. Yang pertama bertuliskan: “Nak, Ibu sudah merestui kamu menjadi Imam.”

Dia penasaran lekas baca lembar kedua: “Karena adek baru sudah lahir.”

(Ananta Bangun)