Pada satu hari, si Anak Sulung ingin datang kepada Bapa-nya. Dia mau meminta bagian dari harta keluarga. Sebagai bekal berfoya-foya di dunia luar sana. Melalui cerita teman-temannya, dia sungguh tergoda mengecap dunia itu. Pesta pora, nyanyian tiada henti, dan sentuhan kaum hawa.
Namun, nyali tak sebesar adiknya, si Bungsu, yang sudah duluan memaksa Bapa dan Ibu mereka. Larut dalam pesta pora, dan mengecap semua kenikmatan itu hingga lidah dan otak si Anak Bungsu letih.
Maka, Anak Sulung tak bisa menahan amarah lagi. Bukan hanya karena Anak Bungsu telah menghabiskan seluruh harta bagiannya, juga sebab pesta akbar menyambut kepulangan adik semata wayang tersebut.
Sang Bapa sepertinya turut merasakan firasat ketidaksukaan Anak Sulung-nya. Dia pun mengelus pundak si anak seraya mengatakan, bahwa si Anak Sulung menunjukkan teladan ikhlas dan pengorbanan. “Apa yang kumiliki, adalah milikmu juga.”
Anak Sulung terharu. Dia menyesal dan ingin berdoa memohon ampun. Maka, dia putuskan berlari meninggalkan Sang Bapa.
“Hey. Kau mau lari ke mana?”
“Kulari ke Kapel,” jawabnya singkat.
(Ananta Bangun)