Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap: Gembala yang Dekat dengan Umat


Nunsius memberkati Mgr. Kornelius pada Misa Tahbisan (MARI PRO)

Umat Keuskupan Agung Medan (KAM) seperti mendapat ‘kado’ Natal lebih awal. Pada Sabtu (8 Desember 2018) lalu, dalam perayaan Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda, Uskup Emeritus KAM, Mgr. Anicetus B. Sinaga OFMCap mengumumkan maklumat dari Bapa Suci Paus Fransiskus, bahwa permohonan dirinya menjadi Uskup Emeritus telah dikabulkan. Dan tongkat gembala Uskup Agung Medan diteruskan oleh RP. Kornelius Sipayung OFMCap.

Vikaris Episcopal Pro Religiosis et Clericis KAM (kini tak menjabat lagi), RP. Leo Sipahutar OFMCap mengatakan, Mgr. Anicetus, sejak dua tahun lalu –saat berusia 75 tahun– telah mengajukan permohonan ke Tahta Suci di Vatikan agar beliau dikabulkan menjadi Uskup Emeritus dan ditunjuk seorang lain untuk menggantikannya.

Kala Tim Menjemaat beroleh kesempatan untuk wawancara dengan Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap pada Desember 2018, pertanyaan pertama meluncur adalah: Bagaimana rasanya saat ditunjuk menjadi Uskup? “Rasanya, saya tidak terlalu terperanjat ketika dipercayakan menjadi Uskup Agung Medan. Sebab memang saya telah dipersiapkan dengan begitu baik oleh Gereja. Sehingga jawaban ini pun adalah jawaban yang telah lama dirindukan,” jawab Mgr. Kornelius dengan lugas. Hampir seperti sama mudahnya merebut permen dari tangan anak kecil.

Di tempat terpisah, kepada Tim Menjemaat, Ayah dari Mgr. Kornelius, Fransiskus Hotman Sipayung menyampaikan kenangan masa silam kala dia dan Kornelius cilik bersua Uskup Agung Medan (masa itu), Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara  OFMCap di Pastoran Paroki St. Fransiskus Assisi – Saribudolok.

“Waktu itu Kornelius masih kelas 2 SMP. Saya membawanya ke Saribudolok, guna meminta doa kepada Oppung Dolog (RP. Elpidius van Duynhoven OFMCap) untuk memberkati bibit sayur yang hendak ditanam di ladang. Kami mencari pastor Oppung Dolog, namun saya berjumpa dengan Uskup Mgr. A. G. Pius Datubara,” katanya.

““Lao hudia ham (mau kemana)?” Mgr. Pius bertanya sama saya. “Mau menjumpai Oppung Dolog meminta doakan bibit kami ini, Oppung”. Lalu Mgr. Pius berkata: “Saya juga bisa mendokan”. “Ya boleh Oppung. Terima kasih.” Kemudian Mgr. Pius mendoakan bibit yang kami bawa. Usai mendoakan bibit, Mgr. Pius menyapa sambil menepuk kaki Kornelius yang duduk di samping saya. “Apa cita-citamu anak ku?” Kornelius menjawab dengan tenang “Mau jadi Pastor Oppung”. Uskup pun berkata lagi “Sangat baik itu, biar ada nanti penggantiku,” kata Uskup Pius Datubara.

Fransiskus mengaku, pada awalnya tidak percaya bahwa anaknya tersebut diangkat jadi Uskup. “Sore itu anak laki-laki paling bungsu, adek dari Mgr. Kornelius melihat di Facebook banyak info tentang pengangkatan itu. Dia bercerita tapi saya tidak percaya. Baru sesudah dia menelpon kami perihal pengangkatannya, disitulah kami percaya. Kami pun terharu dan berdoa.” Tak pernah disangka doa Mgr. Pius bagi putra sulungnya kini menjadi kenyataan.

***

Mgr. Kornelius membaca Pengakuan Iman dan Sumpah Setia kepada Tahta Suci (MARIPRO)

Kornelius OFMCap mulanya mendapat kontak dari Nunsius Apostolik untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo pada Minggu (25 November 2018). Ketika melayani persembahan misa perayaan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. “Saya ditelepon Nunsius pada sore hari. Sebenarnya Nuntius telah mencoba menelepon beberapa kali di waktu siang hari. Namun, karena tempat saya melayani saat itu cukup jauh, maka jaringan telepon kurang baik.”

Saat beranjak pulang dan memasuki jalan besar dekat Pematang Raya, ponsel Pastor Kornelius menyuarakan notifikasi sejumlah pesan dan panggilan. “Biasanya pesan-pesan yang masuk tidak begitu saya hiraukan, hingga tiba di rumah, di RPF (Rumah Pembinaan Fransiskan) Nagahuta. Tapi entah kenapa, hati saya tergerak untuk membaca pesan yang masuk,” terangnya. “Banyak pesan dari berbagai grup atau insan. Ada sejumlah ucapan Selamat Hari Kristus Raja. Kemudian saya perhatikan ada panggilan dari Nunsius, di samping sebuah pesan (dalam bahasa Italia) tertera: “Segera kamu bisa, hubungi saya.”

Pastor Kornelius coba menenangkan diri, kemudian menelepon dengan aplikasi Whatsapp. Panggilan masuk, namun tak dijawab. Mungkin sedang berdoa, fikirnya. Maka dia pun melanjutkan perjalanan. Namun tak sampai satu menit, ada panggilan masuk. Tertera nama penelepon dari Nunsius, Mgr. Piero.

“Kami saling salam sapa dalam bahasa Italia. Saya memohon maaf tak menjawab panggilan dia sebelumnya, seraya menjelaskan bahwa sedang pelayanan misa di daerah yang kurang baik terjangkau jaringan telepon. “Ah, saya sudah duga hal itu. Selamat Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam,” jawab Nunsius. Tak lama dia lalu berkata lagi: “Baiklah, Pastor Kornel. Saya hendak mengganggumu lagi. Bolehkah kamu datang ke Nunsiatura dalam minggu ini? Saya akan ada baik pagi maupun sore.”

“Boleh, Nunsius. Tapi saya belum bisa pastikan hari dan jam, karena harus periksa jadwal di agenda di rumah. Nanti setelah periksa agenda, saya akan sampaikan ke Monsinyor,” jawab Pastor Kornelius, dan usai mengecek agendanya lekas menyampaikan bahwa dirinya bisa datang pada Rabu (28 November 2018).

Di hari yang telah disepakati itu, Pastor Kornelius menyambangi Nunsiatura dengan bantuan kolega awam, Simon Saragih. “Tapi saya sengaja tidak bilang hendak dihantar ke Nunsiatura. Hanya minta dibawa keliling sekitaran Tugu Monas, dan saat dekat kantor Nunsius, saya minta turun. Dan bapak Simon Saragih boleh pulang lebih dulu.”

Keduanya pun bersua dan mengobrol bersama. “Awalnya bincang-bincang ringan. Seperti semangat panggilan maupun menggereja yang masih tinggi di Indonesia. Kemudia berbicara tentang ordo, dan hal lainnya.”

Kemudian, “Sekarang sampai ke pada intinya,” ucap Mgr. Piero. “Pastor Kornel, melihat kualitas keberimanan-mu, kepemimpinan, teguh dalam pendirian, teruji dalam banyak tantangan, hidup rohani yang baik. Setelah menimbang semua itu, mendengar perkataan dan nasehat para Uskup dan para Imam secara rahasia. Akhirnya Paus Fransiskus menunjuk kamu sebagai Uskup Agung Medan.”

“Jangan kamu katakan bahwa kamu masih muda. Mgr. Martinus Situmorang, ketika dipilih menjadi uskup lebih muda daripada kamu. Kemudian, tidak ada alasan, bahwa saya adalah pemimpin ordo, masih baru mulai. Kebutuhan gereja lebih penting daripada kebutuhan Ordo. Dan ingat bahwa Ordo atau Lembaga Hidup Bakti ada untuk gereja. Kemudian, kita tidak berbicara tentang sakit jantung – (penyakit yang pernah diderita Pastor Kornelius).”

Suasana menjadi hening sejenak di tengah mereka. “Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Nanti dijawab setelah kita berdoa. Mari kita pergi ke kapel,” imbuh Mgr. Piero.,

Dalam perjalanan memasuki kapel dari sakristi. Di pintu sakristi itu, Pastor Kornelius tertegun menatap gambar Paus Fransiskus. “Wajahnya yang meneduhkan, seperti mengajak ‘mari ikut bersama aku membangun gereja ini, tolong saya menggembalakan gereja ini’,” katanya mengenang kembali.

“Setiba di kapel, saya dipersilakan berdoa. Ketika berdoa, Nuntius memberkati saya. Kemudian meninggalkan saya sendiri. Tadi memang dikatakan Nuntius jangan menjawab sekarang, berbicaralah dahulu kepada Tuhan.”

Selama 10 menit pertama, Pastor Kornelius merasakan sungguh kosong. Dia cuma bisa bungkam di hadapan Tuhan. “Sesudahnya, kembali teringat apa yang disampaikan Nuntius dalam percakapan kami perihal pertimbangan dan perutusan yang diembankan Paus Fransiskus. Saya sadari itu merupakan suara Tuhan yang disampaikan Nuntius kepada saya. Tak mungkin lah penunjukan Allah lewat Paus ditolak. Menolak tanggung-jawab sebesar hanyalah bagi orang yang tak beriman dan tak berpasrah kepada Tuhan. Maka, sesudah itu saya menyatakan dalam hati: “Saya siap! Terjadilah kehendak-Mu.” Sesudahnya bergaung lagi suara hati: “Kuatkan saya, Tuhan.””

Refleksi tersebut membuat dirinya tenang. Selang beberapa waktu, Nunsius masuk lagi ke dalam kapel, dan berdoa dekat di samping Pastor Kornelius. Tak lama, Nunsius berkata perlahan: “Padre Kornelius. Penunjukan ini kamu terima?”

Kemudian Pastor Kornelius menarik nafas panjang, dan merasakan amat tenang dan lega; tanpa ada rasa sakit di dadanya. “Iya, Monsinyor. Saya terima.” Kemudian dia merangkul saya dan mengatakan: “Terima kasih, Monsinyor (sebab saya telah menerima penunjukan tersebut).””

Setelah menyelesaikan urusan Administrasi, kami menyepakati hari yang pas untuk pengumuman gembala baru di Keuskupan Agung Medan. Yakni, pada Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda. “Selama sepuluh hari menunggu pengumuman itu, saya menahan diri agar tak menyimpan rapat-rapat penunjukan tersebut. Sungguh masa yang menyiksa. Hehehehe,” ujar Mgr. Kornelius.

 

Mgr. Kornelius memimpin Misa Stasional di Paroki Katedral (MARI PRO)

Tri Hari Istimewa bagi Keuskupan Agung Medan

Tiga hari (tanggal 1-3 Februari) di pekan pertama bulan ini, merupakan peristiwa istimewa bagi Keuskupan Agung Medan (KAM). Seorang Uskup baru akan menjadi gembala di keuskupan ini. Masing-masing hari berisikan agenda: Ibadat Sore Meriah (Pengucapan Pengakuan Iman dan Sumpah Kesetiaan kepada Tahta Apostolik), Misa Tahbisan Uskup Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, dan Misa Stasionale (masuknya Uskup Baru Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap. ke Keuskupan Agung Medan).

Jelang Tahbisan Uskup Terpilih, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, Keuskupan Agung Medan (KAM), Jumat (1 Februari), menggelar Ibadat Sore Meriah di Gereja Paroki  Paroki Sta. Maria Tak Bernoda Asal, Medan. Uskup Emeritus KAM, Mgr. Anicetus Sinaga OFMCap memimpin Ibadat yang dihadiri ratusan umat, Imam, Biarawan/ Biarawati, para Uskup se-Indonesia. Dalam Ibadat ini, Mgr. Kornelius mengucapkan Pengakuan Iman dan Sumpah Kesetiaan  di hadapan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo.

“Sebentar lagi kita akan menunaikan ritus pengakuan Iman dan sumpah setia kepada tahta Apostolik, sebagai persyaratan seorang yang telah diangkat oleh Sri Paus sebaggai uskup. Setelah ritus ini Uskup Terpilih dapat ditahbiskan sebagai Uskup Diosesan,” terang Mgr. Anicetus.

Dia menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa dipersyaratkan pengakuan Iman dan sumpah setia kepada tahta suci. “Yakni, alasan latar belakang sejarah dahulu kala tatkala gereja terpecah belah, oleh sebab ajaran monoteisme pada abad ke-III dan abad ke-XIII.”

Dalam kesempatan tersebut, Mgr. Anicetus juga mendorong Uskup Terpilih, Mgr. Kornelius selalu turut dalam karya Kristus, sebagai Guru, Imam dan Gembala di KAM kelak. “Sebab seorang Uskup adalah titisan Yesus. Uskup yang mendapat tahbisan episkopal juga para imam tertahbis memiliki kewajiban untuk selalu mengkonfigurasikan imamatnya kepada imamat Kristus,” kata dia. “Karena itu, seorang uskup harus mampu menjadi Sang Damai Kristus yang lain, yang mengkonfirgasikan secara ontologis Kristus sebagai kepala gerejanya yang hadir dan aktif di tengah umatnya.”

Selain pengucapan Pengakuan Iman dan Ikrar Sumpah Setia, Ibadat ini juga diisi sesi Uskup Emeritus Keuskupan Agung Medan, Mgr. Anicetus Sinaga OFM Cap memberkati insignia dan tanda-tanda yang akan dikenakan Uskup Terpilih, Mgr. Kornelius Sipayung OFM Cap. Adapun insignia uskup dan tanda-tanda yang dikenakan uskup, yakni mitra, cincin, tongkat, dan kalung salib. Bersama benda-benda itu akan diberkati juga beberapa perlengkapan yang akan digunakan untuk kegiatan liturgis uskup.

Pada Sabtu (2 Februari), Duta Vatikan untuk Republik Indonesia, Mgr Piero Pioppo — sebagai penahbis utama — secara resmi menahbiskan Uskup Terpilih KAM, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap sebagai Uskup Agung. Dalam misa tahbisan uskup yang berlangsung di Gedung Serba Guna Pempro Sumut, Medan ini, Nunsius didampingi Penahbis Pertama, Uskup Emeritus KAM, Mgr Anicetus B Sinaga, OFMCap dan Uskup Keuskupan Padang, Mgr Martinus D Situmorang, OFMCap sebagai penahbis kedua.

Misa tahbisan ini sendiri terdiri atas tiga ritus yang merupakan satu kesatuan, yakni: 1. Penumpangan tangan oleh penahbis, diikuti seluruh uskup yang hadir; 2. Doa penahbis oleh penahbis utama, Mgr Piero Pioppo; 3. Penumpangan Evangeliarium di atas kepala uskup terpilih sampai doa penahbisan selesai.

Seusai misa tahbisan, Uskup KAM, Mgr. Kornelius menyampaikan terima kasih atas rahmat Tuhan serta partisipasi seluruh pihak dalam acara tersebut. Dia juga memohon doa dan dukugan atas karya penggembalaan di KAM. “Saya ingin menjadi gembala yg dekat dengan umatnya. Hal senada pernah disampaikan pada saya oleh Minister General Kapusin di Roma,” ujarnya. Sekira 17.000 umat — dari 60 paroki se-KAM, 300 lebih Imam, beserta Biarawan/ Biarawati dan lebih dari 30 Uskup turut dalam Perayaan Ekaristi Tahbisan Episkopal ini.

Pada Minggu (3 Februari), KAM menggelar Misa Stasional di Paroki Katedral Medan. Misa ini adalah Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup diosesan di tempat atau gereja tertentu khususnya di gereja katedral dihadiri oleh para imam, diakon, umat beriman, dan kaum religius dari paroki-paroki lain (sekeuskupan). Maknanya, menyatakan kesatuan Gereja lokal yang digembalakan oleh seorang Uskup.

Ada tiga momen penting saat masuknya Uskup Baru ke gereja katedral. Pertama, pertemuan Uskup Baru dengan umat di depan gereja katedral dipandu oleh pastor paroki. Kemudian ia memasuki gereja dan mereciki umat, lalu berdoa di depan Sakramen Mahakudus. Kedua, pembacaan Berita Acara pengambil-alihan secara kanonik jabatan Uskup diosesan pada Ritus Pembuka Misa. Dengan ritus ini Uskup Baru mengawali pelayanannya di keuskupan. Ketiga, Perayaan Ekaristi; Uskup Baru akan memimpin pertama kali misa di katedral keuskupannya.

***

Mgr. Kornelius tiarap dalam Misa Tahbisan (ALBINUS TARIGAN)

Menurut Mgr. Kornelius, Keuskupan Agung Medan merupakan keuskupan yang besar. Dengan jumlah lebih dari 500 ribu umat. Di samping cakupan wilayah yang sangat luas dari Aceh hingga sejumlah besar wilayah Sumatera Utara.

“Termasuk keuskupan yang ‘kaya’, karena terdiri dari beragam umat, demikian juga pastoral dari lintas bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya. Juga ada komisi-komisi yang membantu program keuskupan. Yang paling istimewa ada Tim Top Pastoral Priority (TPP), untuk menerapkan hasil Sinode KAM ke-VI,” katanya.

Dalam pandangan Mgr. Kornelius, seluruh karya ini sudah dibentuk dan berjalan dengan baik. Namun, tetap ada tantangan yang harus dijawab KAM. “Tantangan yang paling utama adalah harus upaya agar keuskupan ini bisa lebih maju lagi,” tutur uskup yang gemar sepak bola tersebut.

Dia menaruh perhatian besar agar Ordo dan Kongregasi di KAM bisa menerapkan karismanya lebih mumpuni. “Paroki-paroki yang dilayani para Ordo, harus terang karisma apa yang hendak ditanamkan melalui pelayanan ini. Sehingga masing-masing kekhasan. Tidak boleh hanya sama saja dengan yang biasa. Hal yang sama juga akan berlaku bagi Kongregasi Suster-suster. Saya tertantang untuk menerapkan semangat karisma Ordo/ Kongregasi tersebut nyata di Keuskupan ini.”

Dalam kesempatan tersebut, Mgr. Kornelius memaparkan motto-nya selaku Uskup Agung Medan: “Deus Meus et Omnia.” “Ini adalah Ini adalah doa yang biasa diucapkan berulang-ulang oleh St. Fransiskus dari Assisi. Secara harafiah berarti: “Tuhanku dan Segala.” Segala di sini berarti totalitas ada dalam diri Allah. Karenanya, bisa diterjemahkan secara bebas: “Tuhanku dan segalanya-ku.” Ini adalah doa yang puitis dan menggetarkan,” terang Uskup dari Ordo Fransiskan.

“Setiap uskup baru umumnya tak hanya membuat motto namun juga logo. Kepada tim pembuat logo di Nunsiatura, saya menyampaikan di bagian perisai logo Uskup Agung, dibuatkan lambang Fransiskus dengan tangan Tuhan. Satu lagi akan ada gambar gunung, awan, sebagian Danau Toba, yang menggambarkan tempat asal saya yang sangat indah di Saribudolok. Di samping itu, akan ada gambar inkarnasi Allah. Agar wajah Allah bisa hadir di dunia ini. Secara khusus di Keuskupan Agung Medan,” pungkasnya.

 

(Ananta Bangun, Andi Hotmartuah Girsang)

Mgr. Kornelius Sipayung bersama Keluarga Besar