
Untuk edisi Desember 2018, Redaksi Menjemaat meliput profil bapa Betlehem Ketaren di rubrik “Apa & Siapa”. Idenya, keterlibatan Bapak dari empat anak tersebut dalam tim penerjemahan buku katekismus populer YOUCAT Indonesia ke bahasa Karo.
Bagaimana pengalaman dan tantangan yang dihadapinya, adalah sebuah kisah yang menarik. Hanya saja, versi yang kutulis untuk Menjemaat tidak memiliki porsi halaman yang cukup. Maka, di blog ini aku terbitkan versi utuh. Sengaja tidak kurangkai menjadi sebuah artikel (tetapi format wawancara), sebab jawaban dari suami Helpina br. Tarigan sudah sangat mumpuni. Berikut petikan bincang kami.
***
Baru-baru ini bapa Betlehem baru saja terlibat dalam penerjemahan buku Youcat ke dalam bahasa Karo. Boleh ceritakan bagaimana awal mula terlibat dalam kegiatan ini? Pengalaman apa sajakah yang diperoleh selama menjadi penerjemah buku Youcat?
Berbicara tentang keterlibatan saya dalam penerjemahan Youcat ke dalam bahasa Karo, tidak terlepas dengan usaha gigih RP. Ignatius Simbolon, OFMCap., dalam menggembleng orang-orang yang dianggapnya berpotensi menyampaikan katakese di berbagai kesempatan. Hal itu bermula dengan penyambutan paroki yang dilayaninya terhadap alumni Sekolah Porhanger gelombang pertama, dan kemudian beliau juga mengadakan pertemuan rutin sekali sebulan guna pembekalan lanjutan para katekis itu, serta mengutusnya ber- Emaus berdua-dua ke stasi-stasi memberi pengajaran persiapan penerimaan sakramen-sakramen dan juga evaluasi-evaluasi sesudahnya.
Di lapangan (stasi), para katekis sering mengalami kesulitan karena umat bahkan pengurus sekalipun mendengar kata seperti koinonia, kerygma,liturgya, diakonia, martyria dan juga, lumen gentium, familiaris consortio dan seterusnya, seperti mendengar bahasa roh atau bahasa dari planet lain. Bahkan dari proses itu karena mengajarkan sesuatu yang sedikit “sensitif” seperti mengatakan bahwa yang tidak beres perkawinannya kiranya mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke Tribunal; perlu bersabar dulu tidak menyambut komuni, karena merasa kesepakatan bersama sebagai yang terpenting, ada kalanya umat dibawa pengurusnya “naik banding” ke pastor paroki bahkan vikep.
Mencermati tuntutan seperti itu, RP. Ignatius Simbolon mengajak mitra kerjanya untuk mempersiapkan buku pegangan umat, terlebih guna baptis dewasa maupun terima resmi, yakni Katekismus guna kalangan orang muda. Katekismus yang dimaksud kiranya dipersiapkan dalam bahasa Karo, sehingga walau dibacakan pengurus saja pun tanpa komentar dan tafsiran akan sangat berguna menambah pengetahuan umat maupun pengurus itu sendiri tentang ajaran kekatolikan.

Adakah tantangan hingga ganjalan berat selama menerjemahkan buku Youcat dari bahasa Indonesia ke bahasa Karo?
Sebelum mengagarap Youcat: Katekismus Populer ke dalam bahasa Karo, dibawah koordinasi RP. Ignatius Simbolon, OFMCap., kami telah menggarap Katekismus Kecil “Damai Bagimu menjadi “Mejuah-juah man Bandu, Katekismus Katolik dengan 242 tanya-jawab. Pada tahun 2011 buku itu dicetak 1.000 buku berkat bantuan Komisi Evangelisasi KAM dan pernah sekali mengalami cetak ulang edisi kedua 1.000 buku lagi.
Youcat Karo, yang aslinya disusun Paus (EM) Benediktus XVI dalam bahasa Jerman, diterjemahkan dari Youcat Indonesia, berisikan 527 tanya-jawab yang disertaai referensi KHK lengkap dan cukup luas. Mengerjakan penerjemahan Youcat Indonesia 303 halaman itu ke dalam bahasa Karo memerlukan waktu empat tahun penuh lamanya. Tim ini kala dibentuk ada 12 orang anggotanya, seiring perjalanan waktu berkurang menjadi 7 orang anggota dan pada tahapan akhirnya menjadi tim kecil 4 orang, ditambah dengan RP. Ignatius Simbolon yang senantiasa setia menemani dan mendukung tim, demikian juga RP. Albinus Ginting, OFMCap. selalu aktif memberikan nasehat-nasehat setiap ada kesempatannya menemani tim penerjemah.
Saya merasa bersyukur diberi tanggungjawab sebagai koordinator tim dan juga mengelola pekerjaan tim. Juga senang sekali atas bantuan pribadi-pribadi yang luar biasa seperti RP. Leo Sipahutar OFMCap. yang bersedia mengirim hasil dokumentasi terbaiknya guna memperindah buku ini, demikian juga para OMK yang walau saya tidak kenal baik mereka juga memberikan kontribusi besar atas foto-foto kegiatan menggereja mereka.
Pengalaman saya sebagai anggota Missale Rowawi Karo pada delapan tahun belakangan ini dianggap dapat memberi kontribusi positif bagi pekerjaan ini. Walau karena itu, saya juga merasakan ada kesulitan. Disatu sisi saya merasa sudah mengenal “konsep” tertentu, sementara teman-teman juga mempunyai “rasa yang khas”.
Ada kalanya, saya merasa beruntung sebab pada saat-saatnya mengalami deadlock mencari kata-kata tertentu, saya selalu didukung dan dibela P. Ignatius Simbolon, namun ada waktunya saya merasa “sepi” ketika didaulat memaparkan “thesis”atas perkara tertentu dan kemudian teman-teman seperti koor menyuarakan antithesis-nya.
Namun diatas semua Perayaan Ekaristi yang senantiasa dipersembahkan pastor Ignatius dan pastor Albinus kembali menyegarkan hati, mencerahkan pikiran kami akan pentingnya kerjasama dan rasa persaudaraan. Sekali-sekali pastor itu juga membawa kami rekreasi bersama untuk kembali memulihkan diri dari kepenatan-kepenatan merangkai kata demi kata maupun menyesuaikan kalimat-kalimat sesuai isi maupun rasanya .
Memberikan waktu tiga hari dua malam setiap bulannya selama empat tahun tentu tidak mudah bagi tim yang semuanya telah berkeluarga bahkan rata-rata sedang “puncak” dalam memenuhi keperluan pendidikan anak-anaknya yang tidak murah. Saya dengan jelas bisa menggambarkan bagaimana wajah para istri dan anak-anak anggota tim ketika menerima kepala keluarganya pulang pertemuan membawa oleh-oleh rutin: kain kotor dan wajah letih lesu, karena saya sendiripun mengalaminya. Dan setelahnya harus pula bekerja menggantikan pekerjaan yang tertunda baik ke ladang atau sekolah, padahal otak dan fisik saatnya perlu direfresh dengan istirahat.
Di pihak pemilik pekerjaan, saya juga melihat tantangan yang dialami RP. Ignas Simbolon. Beliau setiap bulannya perlu mencari tempat penerjemahan yang nyaman dan murah kalau bisa tidak tentu saja gratis. Terkadang kami meledek dan menyemangati diri kami sendiri dengan mengatakan: “Beruang atau apa saja mempunyai gua atau lubang tempat meletakkan kepalanya, tapi anak manusia tidak! Ada ya tempat yang nyaman dan murah atau gratis saat ini? Pastor Ignas selalu mendapatkannya dari kenalan dan kolega-koleganya. Kami bekerja bekerja di Villa milik umat, pernah di aula penginapan lainnya, pernah di susteran, di perkampungan rumah Karo di desa Sukajulu dan tempat-tempat lain. Lalu darimanakah pastor itu selalu mendapatkan biaya konsumsi serta transportasi ala kadarnya yang kami terima setiap pertemuan? Saya menduga-duga, menipislah uang saku bulanannya atau juga donasi-donasi kenalannya untuk pekerjaan ini, yang semuanya dipersembahkannya: untuk menambah pengetahuan serta iman umat maupun pengurus yang berbahasa ibu, Bahasa Karo dan serta untuk melestarikan Bahasa Karo!
Ketika pekerjaan penerjemahan hampir selesai, kami sepakat mencari donatur guna biaya percetakan sebesar Rp. 28.000.000 dan tambahannya sedikit ucapan terimakasih kepada para penerjemah. Saya disuruh pastor Ignatius mencetak 50 buah proposal untuk ditujukan kepada donatur-donatur yang dianggap berpotensi memberi bantuan. Ketika waktunya tiba melirik rekening bank, hanya satu orang saja yang bersedia memberikan donasinya, kawan dekat: Bpk. Asli Purba sebesar Rp. 1.000.000.
Seiring perjalanan waktu, kemudian Vikaris Episkopalis St. Yakobus Rasul Kabanjahe mengalami periodesasi, di hadapan Vikaris Jendral RP. Elias Sembiring, OFMCap., RP. Ignatius Simbolon menyerahkan tugas yang tertunda itu kepada RP. Karolus Sembiring, OFMCap baik dalam memorandumnya maupun dalam kata sambutan serah terima jabatannya. Pastor Karolus dengan senang hati menerimanya dan langsung menugasi saya membuat proposal ke Reksa Subsisdi KAM. Dalam tempo beberapa jam proposal itu dapat saya selesaikan, termasuk membuat stempel Tim Penerjemah serta “mengganti” stempel vikariat yang tiba-tiba tidak bisa ditemukan.
Begitu pulang rapat Reksa Subsidi, RP. Karolus Sembiring mengabari saya, proposal bantuan atau persisnya pinjaman biaya cetak Youcat Karo dikabulkan sepenuhnya. Masalahnya, setelah cair dan pihak penerbit dikabari, tiba-tiba memberitahukan informasi bahwa biaya cetak 1.000 buku sebesar 48 juta bukan 28 juta. Saya sempat merasa kesulitan memberi informasi kepada pastor Karolus maupun pastor Ignatius, namun ternyata kemudian beliau dengan senang hati menerimanya. “Jangan karena uang pekerjaan itu tidak jadi. Uang bisa dicari dari mana saja”, kata Pastor Karolus. Dan, juga Youcat Karo akan sangatlah berharga bagi umat dan pengurus”, sebut RP. Ignatius Simbolon. Karena itu, ketika kemudian Youcat Karo tiba di Berastagi dan juga setelah didistibusikan ke paroki-paroki, dibayar kepada penerbit sebesar Rp. 22.100.000, termasuk biaya pengirimannya.
Pada satu pertemuan Komisi Kateketik di Siantar, pernah saya dengan bangga mengatakan bahwa vikariat Kabanjahe sedang menggarap buku Youcat Karo. Ketua Komisi Kateketik RP. Oktavianus Situngkungkir, OFMCap, pada waktu rehat mengingatkan saya bahwa di KAM sudah ada pastor yang ditetapkan menilai bahan cetakan memberikan Nihil Obstat, dan untuk yang berbahasa Karo adalah ketua tim di Missale Romawi Karo. Saya merasa kaget karena mengetahuinya ketika Youcat Karo sedang naik cetak. Semoga pastor terkait dapat memakluminya, dan dalam pendampingan pastor-pastor senior yang juga paham bahasa Karo pada setiap pertemuannya, dan telah melalui baca ulang berkali-kali, saya kira secara substansinya buku ini terjamin bebas dari kesesatan.

Bagaimana kesan setelah buku Youcat Karo diterbitkan dan disebarkan ke tengah umat Katolik berbahasa Karo?
Saya senang, buku ini mendapat sambutan positif dari para pastor dan juga pengurus DPPH sembilan paroki di kevikepan St. Yakobus Rasul Kabanjahe. Ketika disosialisasikan pun, kebutuhan akan buku katakese ini langsung dirasakan oleh paroki-paroki. Maka ketika dilaunching 19 Oktober yang lalu, langsung diapresiasi, ada paroki yang langsung membayar lunas seperti yang dilakukan RP. Angelo Purba, OFMCap dari paroki Seribudolok; ada pula yang mengatakan bahwa “jatah” 100 buku perparoki akan habis sebelum ganti tahun, seperti dikatakan RP. Cypriano Barasa, OFMCap dari paroki Tigabinanga. Di paroki Berastagi pun sejauh saya pantau, setiap pengurus datang selalu membawa pulang buku ini pulang, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk sejumlah pengurus secara bersama-sama. Pastor Leo Joosten Ginting, dengan melihat fotonya sebagai cover salah satu bab-nya, langsung membeli dua. He he he…
Maka kemudian gerakan bersama menggiatkan pemakaian buku ini, baik oleh paroki di jajarannya maupun oleh kevikepan St. Yakobus Rasul Kabanjahe sendiri. Misalnya pada perayaan Minggu Misi , alangkah baiknya dibuat Kuiz bagi para OMK dengan referensi buku ini. Demikian juga oleh paroki-paroki, alangkah baiknya bila diprogramkan pelaksanaan katekese singkat sebelum ibadat di setiap stasi menggunakan Youcat ini. Sekarang tentu tidak ada lagi alasan tidak ada bahannya.
Mengapa buku Youcat berbahasa Karo penting untuk diberikan ke tengah umat Katolik berbahasa Karo?
Tidak bisa disangkal, kiranya sampai sekarang ini di banyak stasi di seputaran paroki-paroki yang menggunakan bahasa Karo dalam kesehaariannya, buku pegangan umat hanya dua, yakni Pustaka Sibadia dan Pujin man Dibata (Alkitab maupun Buku Doa dan Nyanyian dalam bahasa Karo). Tentu saja tidak cukup. Terlebih bagi pengurus awam seharusnya juga perlu mengenali dengan baik produk-produk magisterium Gereja, sebagai sumber iman selai Alkitab dan Tradisi, yang peranannya sangat strategis sebagai benang merah penghubung Tradisi dan Alkitab tersebut. Katekismus adalah produk magisterium yang terpenting diketahui dan dipahami umat dan didalammya juga disediakan referensi yang menarik serta tidak kalah pentingnya juga. Dengan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Karo, maka sudah sangat mempermudah tugas pengurus di setiap jajarannya dalam menunaikan tugas mengajar dari Gereja.
Adakah harapan Mama di masa mendatang mengenai buku Youcat berbahasa Karo ini?
Saya kira 100 buku hanyalah permulaan. Dengan mengingat ada ratusan ribu umat Katolik yang mamakai bahasa Karo dalam kegiatan menggereja dan dalam hidupnya sehari-hari, serta setiap tahunnya kurang lebih ada 1.000 pula pertambahan umat baik dari permandian maupun terima resmi, sangat baik bila diprogramkan cetak ulang buku ini setiap tahunnya pula. Bila kepada setiap penganten diwajibkan memiliki Alkitaiap, sangat wajar juga bila setiap penerima sakramen inisiasi perlu memiliki Youcat Karo di wilayah yang berbahasa ibu, bahasa Karo.
Apakah ada pesan yang hendak bapa bagikan kepada pembaca Menjemaat terkait buku Youcat ini?
Khususnya yang tinggal di stasi-stasi dan paroki-paroki di Tanah Karo, mari bersama-sama meningkatkan pengetahuan kekatolikan kita dengan bersama-sama membaca Youcat Karo.
PROFIL RINGKAS
Nama : Betlehem Ketaren
Istri : Helpina Br. Tarigan
Nama Anak : Yolanda Sanjelitha Br. Ketaren (Mahasiswi USU); Yoga Makarios ketaren (Mahasiswa USU); Yosef Virgious Ketaren (Siswa SDN Kabanjahe); dan Yoandectus Ketaren (Siswa SDN Kabanjahe).
Pekerjaan : Petani/Pekebun
Peran di Gereja : Sekretaris DPPH St. Fransiskus Asisi Berastagi, Katekis, Sekretaris Yayasan Pusaka Karo, anggota TIM Top Prioryty Program KAM di paroki Berastagi, anggota Tim Missale Romawi Karo KAM dan Redaktur Pelaksana Majalah Ralinggungi.
/// versi lebih ringkas bisa dibaca di majalah resmi Keuskupan Agung Medan, MENJEMAAT.
