Viona Manurung: “Doa Novena & Rosario Adalah Pilihan Tepat Ketika Kita Penuh Pergumulan”


Viona Manurung (dok. Pribadi)

Viona Vabinola Manurung adalah mahasiswi Ilmu Perpustakaan USU stambuk 2016. Dalam tulisan ini, dia mengisahkan perjuangan dan pergumulan, untuk meraih prestasi di perlombaanTemu Ilmiah Nasional (TELMINAS) dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (HMPII) tahun 2018. Berikut penuturannya.

***

Nama saya Viona Vabinola Manurung. Saya anak pertama dari 4 bersaudara. Orang tua saya bekerja sebagai pedagang di kampung. Namun sejak kecil saya tinggal bersama kakek dan nenek saya. Asal saya dari Stasi St.Alfonsus Tuktuk Siadong, Paroki St.Maria Claret Tomok, kabupaten Samosir.

Dari media sosial Instagram, aku menemukan informasi mengenai perlombaan TELMINAS – yang diselenggarakan HPMII dengan media partner UI Book Festival. Ada tiga kategori lomba, yaitu lomba LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah) dengan syarat jumlah peserta 3 orang/tim, poster 1 orang, dan video vlog 2 orang/tim.

Awalnya aku tidak ada niat ikut perlombaan tersebut. Karena pada saat bersamaan, aku sedang mengikuti sebuah project “Stop Bullying” di Desa Lontung, Samosir.

Akan tetapi, aku terpikir kegiatan ini adalah iseng-iseng berhadiah. Aku kebingungan memilih kategori lomba itu. LKTI pasti membutuhkan banyak buku referensi, sementara aku masih di Samosir dan perpustakaan kampus kemungkinan besar tutup. Jika hendak mengambil kategori ‘poster’ aku akan terkendala di kemampuan mendesain. Nah, video vlog juga membuatku bingung pada saat itu, karena aku bukan seorang vlogger dan alat nya kurang memadai. Seperti kamera, dan laptop untuk mengedit.

Setelah proyek di Samosir usai, aku mulai memikirkan tentang lomba tersebut dan memutuskan untuk ikut karena waktunya masih panjang. Langkah pertama yang aku lakukan ialah menghubungi teman KMK kampus ku, yaitu Sabarta Saragih. Dia pun tertarik turut terlibat. Maka, perlengkapan kamera dan laptop diberdayakan dari milik Sabarta.

Kemudian aku mencari mahasiswa ilmu perpustakaan untuk menjadi timku. Aku memiliki banyak kendala disini. Ditolak beberapa orang dengan alasan sudah punya tim untuk buat video itu juga, ada juga karena sudah dikampung liburan. Akhirnya aku menemukan satu orang, juniorku di kampus. Lalu kami menyepakati tanggal untuk pembuatan video di Samosir, pada 25 Agustus.

Viona Vabinola Manurung dan Sholla Amma (Dok. Pribadi)

***

Aku pun mulai menyusun skenario atau jalan cerita untuk video vlog tersebut. Hingga saat itu, aku memiliki dua ide. Semua sudah lengkap pikirku.

Tetapi pada saat H-1 keberangkatan, junior ku yang setim denganku mengabari kalau dia tidak bisa ikut. Aku sedikit kesal dan bingung. Kemudian, aku teringat dengan senior ku yang sudah selesai PKL (Praktik Kerja Lapangan) dan sedang ada di Samosir. Aku menghubungi dia via gawai, menjelaskan maksud tujuanku. Syukur, kakak tersebut pun menyetujuinya.

Video sudah selesai dan siap untuk di kirim ke ketua HMJ Ilmu Perpustakaan USU untuk diseleksi. Pada 4 September, Ketua HMJ, Yulia mengabari bahwa video tim kami terpilih untuk delegasi USU dalam lomba vlog inspiratif TELMINAS. Aku sangat senang karena berbagai cobaan dan terus berusaha, akhirnya membuahkan hasil. Namun ternyata, rasa senangku tidak bertahan lama.

Aku mendapat pesan dari kakak setimku, kalau dia mengundurkan diri. Dengan alasan dia tidak enak dengan ku. Karena semua aku yang ngatur. Baik dari segi ide, nyiapin cameramen dan editor, dll.

Aku konsultasi dengan ketua HMJ dan ia memberikan dispensasi untuk mengganti teman tim. Lalu aku memilih teman sekelasku, Shola Amma. Kami mulai merombak sedikit video tersebut, agar Shola juga ada di dalam cuplikan. Video tersebut kami buat judul “Hoax it’s not my culture” dengan tujuan agar pengguna sosial media tidak membudayakan hoax namun meningkatkan budaya literasi dalam menggunakan sosial media.

Akhirnya pada tanggal 25 November kami merampungkan videonya yang mengisahkan penyebaran hoax (berita bohong) di sosial media. Ceritanya ada seorang gadis yang memoto seorang ibu dengan bule yang memberikan uang. Si gadis lalu menyebarkannya di sosial media dengan informasi pemalakan/ pemerasan seorang bule di Samosir. Konten tersebut pun viral di sosial media. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah seorang ibu tersebut menawarkat jasa tourguide dan paket traveling kepada bule tersebut, dan bule itu setuju serta memberikan down payment sebagai jaminan.

Aku berterimakasih juga pada mama (ibu) yang sudah mau mengambil bagian dalam video ini, yang pada awalnya takut konten di sosial media beneran viral, dan jasa tour guidenya akan rusak.

***

Pada saat itu aku punya tiga event yang harus diselesaikan. Yaitu PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) KMK St. Gregorius Agung (Gregung), TELMINAS, dan Panitia Natal. Di Gregung aku menjabat sebagai Bendahara, dan aku turut membantu panitia PMB. Karena PMB lebih dulu, maka aku memfokuskan untuk membantu panitia dalam aksi dana. Namun sebelumnya aku sudah mengatakan pada tim TELMINAS, sehabis PMB aku akan berkontribusi di TELMINAS. Karena kami kedala di dana juga untuk keberangkatan ke UI (Universitas Indonesia), Jakarata.

PMB KMK ku berjalan dengan lancar, yang bahkan diluar dugaan ku. Hampir seluruh mahasiswa baru ikut PMB, hanya sekitar 3-5 orang yang tidak ikut. Sehabis PMB aku mulai berkontribusi di TELMINAS USU. Aku berjualan gantungan kunci kostum yang keuntungannya aku berikan pada TELMINAS USU, dan berjualan taiso juga.

Tapi aku bener-bener bersyukur sekali, disaat aku dalam kondisi sulit aku dikelilingi oleh orang-orang yang selalu membuatku kuat. Yaitu keluargaku di perantauan, KMK St.Gregorius Agung. Mereka slalu ada buatku, membantuku berjualan taiso, dan mendukungku dalam lomba. Seperti Jonson, Rika, Efrin, Goinxa, Friska, Juliana, Clara, Agnes Miranda, Agnes Stevani,Toga, Winda, Nanda, dan para Gregungers lainnya.

Hampir dua minggu keseharianku habis di dunia kampus. Berangkat pagi pulang malam. Kos itu hanya tempat singgah untuk tidur menunggu matahari terbit. Kuliah, kerjain tugas dan sambil berjualan dikampus maupun online, adalah aktivitas ku saat itu. Tidak ada rasa mau maupun gengsi, karena tujuanku aku harus bisa berangkat lomba.

Pada 20 Oktober aku mulai jatuh sakit. Aku rasa itu hal biasa, mungkin kecapean dan pola makan yang kurang teratur akhir-akhir ini. Karena biasanya kalau aku kurang sehat, paling aku bawa aktivitas dan banyak minum air putih. Namun sampai empat hari aku tetap kurang sehat. Pening migran, pilek air, lemes, dan demam malam.

Sampai 24 Oktober, aku masih sakit. Berhubung sudah H-3 keberangkatan, jadi aku takut kalau sakitku makin parah. Akhirnya aku memutuskan untuk berobat bersama temanku di Poliklinik kampus ku. Dokter yang memeriksaku mengatakan bahwa aku mengalami gejala tipus, dan beliau memberikan resep obat yang harus aku konsumsi. Aku takut beneran tipus dan tidak bisa berangkat lomba. Tiga hari sebelum keberangkatan, aku menjaga pola makan, rutin minum obat, dan banyak istirahat. Aku mendapat kabar dari grup delegasi USU bahwa finansial kami bener-bener minim dan tidak memungkinkan untuk berangkat. Namun kami memutuskan untuk mendahulukan biaya kami untuk berangkat kesana sebesar 2 juta/orang.

Aku memberitahukan kepada Kakek, dan dia menyetujui serta segera mentransfer. Aku segera melunaskan, dan ketua tim delegasi USU mengurus tiket PP dan keperluan lain selama disana. Aku ingin memberitahukan kepada keluarga bahwa aku sakit, tapi aku takut kalau mereka menyuruhku untuk tidak berangkat. Karena aku rasa smua perjuanganku slama ini sia-sia, dan uang Kakek ku lost begitu saja. Lalu aku memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada mereka.

Kami berenam tim delegasi USU berangkat dari Bandara Kuala Namu menuju Bandara Soekarno Hatta, pada 27 Oktober. Jujur itu adalah pengalaman pertamaku naik pesawat. Aku slalu berkomunikasi bersama kakek ku, dan juga mama ku untuk ijin pamit berangkat. Apalagi mama ku, dia seperti ada firasat dengan apa yang kualami.

Jadwal lomba kami pada hari Senin (29 Oktober). Pada saat aku mengambil nomor undian, aku hanya berharap untuk tidak dapat nomor terakhir. “Semua kehendak-Mu Tuhan Yesus” ucapkan dalam hati dan aku mengambil kertas undian. Finally, aku mendapat nomor urut ke-8 (nomor urut terakhir) yang hanya mempresentasikan video kami dan tidak melihat sama sekali presentasi lawan lomba kami. Tetapi Puji Tuhan kami bisa mempresentasikan karya kami didepan audiens dan juga juri. Kami juga mendapat pujian terhadap skenario video kami.

Setelah lomba bener-bener plong banget. Kami selanjutnya mengikuti rangkaian kegiatan lainnya serta mendukung teman tim delegasi USU yang akan presentasi selanjutnya. Hingga tiba saat nya di malam rabu, malam keakraban serta pengumuman juara. Puji Tuhan tim ku mendapat juara III. Aku senang sekali dan puas atas usahaku selama ini. Intinya niat, usaha, dan komitmen pada diri sendiri pasti membuahkan hasil. Sedihnya tim lomba LKTI dan Poster delegasi USU tidak menang.

Prestasi ini diganjar dengan penghargaan sertifikat, piala dan uang tunai sebesar Rp750.000 – yang menurutku tidak sesuai dengan pengeluaran. Tetapi aku sungguh dapat banyak pengalaman tak ternilai harganya. Entah kenapa aku nyaman dengan kondisi disana. Lingkungan dan orang-orang disana membuatku termotivasi untuk lebih aktif lagi untuk lebih maju.

Pada Jumat (2 November), kami kembali pulang ke Medan. Pada saat di bandara Soeta, aku sedikit ketakutan karena mengingat pengalaman pertama ku saat berangkat dari Medan dan informasi soal jatuhnya pesawat Lion Air yang pada saat itu pesawat yang kami gunakan adalah Lion Air juga.

Di bandara aku cukup menunggu lama. Karena sehabis field trip di hari Kamis (1 November), aku berpisah dengan teman delegasi USU dan memilih untuk menginap semalam dirumah Pamanku di Serang, Banten. Dan aku diantar ke bandara jam 12 siang. Sementara flight jam 4 sore. Setelah menunggu berjam-jam, kami check in. Tetapi pesawatnya delay 2 jam. Dan pada akhirnya kami menunggu 3 jam lagi, hingga kami brangkat pukul 7 p.m

Aku lupa pukul berapa, mungkin sekitar pukul setengah 10 malam, kami sampai di Bandara Kuala Namu dengan selamat. Di bandara sudah ada kedua orang tua Shola menjemput, juga orang tua teman-temen ku yang lain. Aku sedikit berharap pada saat itu. “Seandainya orang tua khususnya kakek, nenek, mama, dan bapak ada di hari kebahagiaanku membawa piala kemenangan”. Tetapi aku hanya bisa tersenyum dan mengangkat barang bawaanku ke dalam mobil untuk balik ke Medan. Aku membagikan kebahagiaan ku lewat chat Whatsapp agar dapat dilihat kakek dan mamaku.

***

Aku harap sedikit cerita perjuanganku ini bisa menginspirasi teman-teman kawula muda Katolik, khususnya yang dlam kondisi pergumulan berat. Kalian pasti pernah merasakan apa yang aku rasakan, penolakan, masalah pribadi, keluarga, finansial, merasa sendiri dan gak sanggup. Percayalah semua akan baik-baik saja jika mau berusaha dan berdoa.

Tuhan mungkin tak menghilangkan masalah, tetapi Dia punya cara lain yang membuat kita semakin kuat. Seperti mempertemukan kita dengan orang-orang yang membuat kita termotivasi dan bahkan menjadi bersyukur atas apa yang kita alami.

Oh iya aku lupa menceritakan bahwa sebelum lomba di kos aku pernah doa Novena, entah kenapa aku menangis dalam menjalankan doa novena. Sebab saat itu, aku sedang sakit pada H-3 keberangkatan. Mungkin aku takut tidak jadi brangkat dan terbayang akan perjuanganku sampai aku jatuh sakit.

Di asrama UI juga aku berdoa rosario karena kebetulan bulan lalu adalah bulan Rosario. Menurutku doa Novena dan juga doa Rosario adalah pilihan yang tepat ketika kita penuh pergumulan.

 

//// Sebagaimana dikisahkan kepada Ananta Bangun. Versi ringkas bisa dibaca di majalah resmi Keuskupan Agung Medan, MENJEMAAT