Dummy: “Juru Damai” Redaksi


ilustrasi dipinjam dari Pexels.com

Pada suatu hari, terjadi cekcok di antara Redaksi majalah ‘Angin Ribut’ (ini hanya rekaan penulis belaka. Huehehehe). Pihak reporter protes karena artikel yang dia kirim tidak sepenuhnya dimuat di halaman majalah. Di sisi lain, pihak layouter juga dongkol karena si reporter memberi foto dengan resolusi rendah. “Hanya bisa dicetak ukuran pas photo saja!” dia mengumpat.

Syukur lah, sebelum jam makan siang tiba, hadir juru damai di tengah mereka. Dia bernama ‘dummy’.

Salah kaprah dalam menjalankan media majalah adalah pikiran untuk segera mengoperasikan komputer setelah mendapat hasil reportase. Padahal ada satu tahapan hendaknya dimulai, bahkan sebelum tim reporter turun ke lapangan. Yakni, merumuskan dummy halaman majalah oleh Redaksi.

Dummy adalah konsep (rancangan) halaman majalah yang akan diterbitkan. Umumnya, digambar/ dicoret-coret di halaman kertas kosong. Dalam tahapan ini, Redaksi memulainya dari berapa halaman yang akan dicetak/ dipublikasikan (jika termasuk majalah online).

Ilustrasi dipinjam dari daniellesdooodles.wordpress.com

Setelahnya, pihak Redaksi bersama-sama memutuskan jatah halaman masing-masing rubrik atau kolom. Sehingga reporter/ penulis mengetahui jumlah karakter atau spasi artikel mereka. Di samping itu, reporter juga tahu berapa banyak dan resolusi foto yang akan digunakan layouter sebagai ilustrasi.

Jika menerima iklan, Redaksi dan pihak Pemasaran (Marketing) bisa sama-sama menyepakati posisi halaman iklan yang akan dimuat. Diskusi ini penting, agar cekcok tidak melebar dari Redaksi dengan pihak pemasang iklan di kemudian hari.

Dalam satu pertemuan di Palangkaraya, jurnalis senior, A. Margana bilang, dia pernah bekerja di sebuah media yang berinvestasi untuk sebuah teknologi desain media. Dengan teknologi tersebut, pihak Redaksi dan layouter bisa langsung membahas bersama rancangan layout dari hasil reportase, sebelum naik cetak.

Aku kira konsep senada bisa juga ditiru tanpa harus membeli teknologi tersebut. Di mana, Redaksi rembug bersama dengan layouter (dengan bantuan proyektor). Semua pihak terkait kemudian membahas bersama rancangan posisi gambar yang pas, hingga jumlah teks yang tepat.

Hasil rembug ini kemudian boleh dibawa ke percetakan, dan setelahnya disebarkan kepada khalayak pembaca. Tentu saja hasil majalah yang telah dicetak atau diterbitkan online hendaklah dievaluasi kembali dalam satu rapat. Namun, setidaknya ‘dummy’ telah mendamaikan keluarga besar Redaksi si majalah ‘Angin Ribut’ tadi. Terpujilah si ‘dummy’!

 

(Ananta Bangun)

Advertisement