Majalah: Pilih Cetak atau Online?


ilustrasi dipinjam dari Pexels.com

Redaksi majalah CAHAYA — melalui bapa Sinurat — mengabariku perihal perubahan format media mereka untuk edisi berikutnya. Yakni, mengemas majalah versi online. Aku menyampaikan tidak ada masalah perihal rencana meninggalkan media cetak ke bentuk digital. Jawabanku tersebut kemudian ditembuskan bapa Sinurat ke grup Whatsapp komunitas Redaksi Cahaya.

Perbincangan di grup menjadi menarik, kala seorang siswi SMA Cahaya, Intan, bertanya: “Apakah jumlah halaman majalah online akan sama seperti format cetak?”

Aku memaklumi rasa penasaran Intan, sebab khasanah media majalah online masih baru baginya. Tentu saja ada sejumlah perbedaan saat mendesain majalah untuk versi cetak dibandingkan versi online. Hal yang paling mencolok, media majalah cetak wajib jumlah halamannya kelipatan 4 (empat). Jumlah tersebut berkenaan dengan penggunaan kertas yang dicetak timbal-balik dan dilipat satu kali, sehingga menghasilkan empat halaman. Untuk memahami lebih dalam, tentu saja sangat baik bila langsung kunjungan ke kantor percetakan majalah.

Sementara pada media majalah online jumlah bebas didesain. Bahkan, jika jumlah halaman majalah online tersebut adalah ganjil sekalipun. Sebab media majalah online tidak terpatok pada mesin cetak — dalam hal ini, membuat biaya publikasi media majalah online lebih murah daripada cetak. Di mana pembaca langsung menikmatinya di layar gawai ataupun desktop.

Meski demikian, redaksi hendaknya tidak menghamburkan halaman majalah online dengan konten basi/ kurang bermanfaat. Sebab akan berdampak pada pembaca yang jenuh. Sebagaimana lazimnya pola pemberitaan media, ada dua nilai berita yang patut dipenuhi yakni “penting” dan/ atau “menarik”.

Jika hendak menerapkan sistem berlangganan, Redaksi majalah online perlu tahu dan paham untuk berinvestasi pada pembuatan dan pengelolaan sistem website yang mumpuni. Sebagai panutan, boleh mencoba sistem yang diterapkan Google Books — yang menjual buku hingga majalah secara online, dimana pembeli bisa mengakses via akun Google (Gmail).

Namun, bila Redaksi sepakat membagikan publikasi majalah online secara gratis, sila dicoba layanan seperti Issuu. Portal ini mengingatkan aku pada masa menggarap majalah online Lentera dahulu.

Aku kira bukan perkara besar bagi media internal untuk memilih antara majalah cetak atau online. Terutama bagi sekolah, media internal sejatinya adalah wadah pembelajaran untuk membaca, menulis, mendesain dan berbagi inspirasi. Sangat baik bila pelajar diberi kesempatan untuk mencoba kedua jenis media tersebut. Sebagaimana kualami sendiri, sungguh benar bahwa “pengalaman adalah guru terbaik.”