
Daya sebuah tulisan adalah kemampuannya menjelajah ruang dan waktu tak terhingga. Ini kurasakan, ketika berbincang dengan Romo Constantius dalam perjalanan menuju Bandara Tjilik Riwut — sepulang meliput PKSN-KW, 13 Mei 2018 lalu. Imam Diosesan dan Ketua Komisi Komsos Keuskupan Palangka Raya, menerima gagasan agar kami merintis sebuah tulisan berseri tentang Kiat Menulis. Harapannya, tentu agar lebih banyak umat berminat menulis untuk media milik keuskupan tersebut.
Aku dengan senang hati memberi kiat literasi ini sejauh kemampuan yang kumiliki. Dalam satu cengkerama bersama pendiri Indonesia Menulis, Budi Soetedjo, menyampaikan kekeliruan mengajarkan umat menulis adalah tidak dimulai dengan belajar membaca. “Baik jika kita awali memberi kiat membaca. Maksudnya, bagaimana menikmati bacaan itu sendiri,” katanya. Kukira bapa Budi ada benarnya juga.
Maka aku kembali merujuk pada buku dan modul pelatihan BacaKilat yang pernah diajarkan pendirinya, Agus Setiawan. Mengingat pengalaman saat menuliskan ulasan tentang metode ini, ternya banyak teman yang mengaku pusing dan tidak mengerti. Aku mencoba mengilhami nasihat mas Kristinus Munte, mentor-ku: memaparkan dengan lebih sederhana lagi. Demikianlah tulisan ini pun berkelana dari kediamanku di Medan, menuju perangkat komunikasi Romo Gatot di pulau Kalimantan. Aku berharap, tulisan ini dapat juga menjadi ilham dalam penulisan buku berikutnya. Amin
***
Komedian Cak Lontong beberapa kali mengucapkan lelucon tentang membaca buku: “Saat masuk ruangan ini, ada seorang yang tengah menangis saat membaca buku. Ketika saya dekati dan perhatikan, ternyata dia sedang membaca buku tabungan.” Canda tersebut pun kerap disusul derai tawa.
Petikan kalimat lucu itu, pernah juga kuceritakan sebagai pembuka diskusi tentang pentingnya kemampuan dan minat membaca. Aku mulai menyadarinya saat mengikuti pelatihan BacaKilat oleh pendirinya, Agus Setiawan di Medan pada tahun lalu. “Dengan membaca buku, pengalaman si penulis selama bertahun-tahun, dapat kita kuasai dalam tempo lebih singkat,” ujar Agus tentang satu dari banyak manfaat membaca buku.
“Namun, ada satu hal yang perlu kita ketahui sebelum membaca,” katanya. “Yaitu, punya tujuan pada buku atau materi yang hendak dibaca.”
Agar mudah dipahami, aku coba buat perumpamaan: “Bayangkan jika kamu akan menghadapi sebuah ujian sekolah/ atau lamaran kerja yang sangat penting. Pada pukul 2 pagi (beberapa jam sebelum mengikuti ujian), meski dalam kantuk seberat apa pun, kemungkinan besar kamu akan bersemangat, saat seseorang memberikan kunci jawaban ujian tersebut.” Alasannya sungguh jelas, sebab kunci jawaban tersebut sangat berguna bagimu untuk tujuan menuntaskan semua pertanyaan dalam tes tersebut.
Apakah kamu memiliki tujuan, setiap kali membaca? Apakah kamu menuliskan tujuan sebelum membaca?
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menentukan tujuan. Sadar maupun tidak, semua yang kita lakukan selalu bertujuan. Misalnya, tujuan kita makan adalah untuk memberikan tubuh kita energi agar kita bisa beraktivitas. Tujuan kita tidur adalah untuk mengistirahatkan tubuh kita dari segala aktivitas agar ketika bangun kita segar kembali.
Semua yang kita lakukan setiap hari memiliki tujuan. Namun, sering kali kita tidak menyadari akan tujuan itu atau tidak memiliki tujuan yang jelas. Membaca pun tidak lepas dari menentukan tujuan. Mengapa?
Otak manusia adalah bagian yang menjalankan perintah. Tujuan adalah perintah yang diberikan kepada otak dan pikiran kita. Semisal, jika saudara atau orang tua memberikan tugas, tetapi menyampaikan perintah yang tidak jelas, apakah kamu bisa mengerjakan tugas tersebut dengan baik? Tentu saja tidak.
Otak akan mengerahkan segala cara untuk menyelesaikan perintah kita. Jadi, dengan menentukan tujuan, pikiran kita akan berusaha untuk meraih tujuan itu.
Bagaimana jika tidak menentukan tujuan yang jelas? Otak kita akan menjalankan perintah paling dasar dalam diri kita, yaitu “mencari kenikmatan” atau “menghindari kesengsaraan”. Ketika kita membaca buku tanpa tujuan, umumnya kita tidak akan memahami apa yang telah dibaca, dan akhirnya kita ingin tidur, malas, atau kurang konsentrasi. Itulah yang disebut “mencari kenikmatan” atau “menghindari kesengsaraan”. Karena tidak memiliki tujuan yang jelas, otak kita akan menganggap bahwa hal yang kita lakukan adalah menyita waktu dan energi.
Dengan menentukan tujuan, kamu tidak akan tersesat dalam buku. Tentu saja kamu juga tidak akan menghabiskan waktu dan energimu untuk hal-hal yang tidak penting. Sebab Membaca tanpa tujuan sama dengan tidak membaca.

BAGAIMANA MENENTUKAN TUJUAN?
Dalam metode BacaKilat, Agus Setiawan memaparkan bahwa ada tiga langkah untuk membuat tujuan membaca. Ketiga langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apa yang ingin kamu capai? (what?) | 2. Mengapa kamu ingin mencapai hal itu? (Why?) | 3. Tujuan yang ditentukan harus jelas, tepat dan spesifik.
- Apa yang ingin kamu capai? (What?)
Menjawab “What?” membantu menentukan target yang kamu tuju. Namun, target ini bersifat jangka pendek. Pertanyaa ini, membantu kamu menentukan hasil akhir yang ingin kamu capai dalam membaca.
- Mengapa kamu ingin mencapai hal itu? (Why?)
Kalau pertanyaan yang pertama mengenai “What?” membantu menentukan arah dan target, pertanyaan “Why” membantumu menemukan alasan untuk mencapai target itu. Ini akan memotivasi dirimu untuk mencapai tujuan.
Sebagai contoh, jika kamu seorang perokok dan ingin berhenti merokok. Tetapi, kamu tidak punya alasan yang jelas mengapa saya ingin berhenti merokok. Apakah kamu akan berhenti merokok? Tentu saja tidak. Namun, jika alasannya adalah: tidak ingin anak dan istri menjadi perokok pasif, atau saya ingin hidup sehat, maka kemungkinan besar kamu dapat berhenti merokok.
- Tujuan yang kamu buat harus JELAS, TEPAT, dan SPESIFIK
Jelas, menandakan bahwa tujuan kamu benar-benar bisa dipahami dengan mudah. Tujuan tepat adalah yang mengarah kepada keinginanmu dan sesuai dengan konteks belajarmu. Spesifik, artinya tujuanmu sudah sangat detail dan tidak ada pertanyaan yang bisa digali lagi dari tujuanmu. Patokannya adalah adanya tenggat waktu dan keberhasilannya terukur.
Agar lebih mudah dipahami, perhatikan dua tujuan berikut ini.
Buku: Manajemen Keuangan Keluarga
A: Aku ingin memahami manajemen keuangan keluarga
B: Aku ingin memahami manajemen keuangan keluarga. Khususnya, bagaimana penghasilan saat ini bisa diatur untuk memiliki rumah dan pendidikan anak dalam 5 tahun mendatang.
Pada tujuan A, telah menjawab lankah pertama (What?). Tetapi, tidak menjawab sisa dua langkah lainnya. Karena, tidak ada alasan yang kuat di dalamnya. Di samping itu, tujuan yang dibuat belum spesifik, karena tidak ada tenggat waktu dan tolok ukur keberhasilan.
Sementara pada tujuan B, telah menjawab dengan baik ketiga langkah menetapkan tujuan membaca. Sehingga mudah dipahami dan dibayangkan hasil akhirnya dengan sangat jelas.
Dengan memiliki tujuan terarah, membaca buku kiranya bukan lagi kegiatan pengisi waktu. Lebih dari itu, upaya untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan lebih besar. Dan, tentu saja, dalam tempo waktu lebih singkat. Investasi waktu dan dana untuk membaca akan berbuah dengan membuat tujuan yang jelas untuk bukumu.
(Ananta Bangun) /// ditulis untuk majalah Keuskupan Palangka Raya, BENTARA