[CATATAN] SEPEKAN DI PALANGKARAYA DALAM PKSN-KWI 2018


Misa Penutupan PKSN KWI 2018 di Gereja Katedral Sta Maria – Palangkaraya

Misa Perayaan Hari Komunikasi Sosial Sedunia di Gereja Sta. Maria – Katedral Palangkaraya, Minggu (13 Mei), menandai akhir Pekan Komunikasi Sosial Nasional – Konferensi Waligereja Indonesia (PKSN-KWI) 2018 di Keuskupan Palangka Raya. Uskup Palangka Raya, Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF dan Uskup Bandung sekaligus Sekjen KWI, Mgr. Antonius Bunyamin Subianto OSC menjadi Selebran utama dalam misa yang dihadiri puluhan Imam, Rohaniwan, dan umat Katolik.

Seperti biasa kualami, setiap acara tak terasa telah berakhir. Demikian juga Pekan Komsos ini. Namun, berbeda kala aku turut pertama kali dalam PKSN-KWI, di Keuskupan Sibolga. Di Pulau Nias. Belum pernah sekali pun terbayang akan menapak langkah hingga ke Pulang Kalimantan. Aku pun teringat pada seorang sobat, saat kerap bersama menjadi penyelenggara pelatihan Teknologi Informasi Komunikasi bagi guru-guru di Labuhan Batu Selatan, Adhy. Dia bilang: “Aku nggak pernah iri sama orang yang bisa jalan-jalan ke Eropa maupun negara luar lainnya. Aku jealous sama orang yang bisa keliling Indonesia.” Kuyakin, jika kuceritakan tentang perjalanan ini, pasti kami akan larut dalam gelak tawa. Sebagaimana ketika malam-malam diskusi buat persiapan training yang pernah juga digelar di Pondok Pesantren Ar-Rasyid di Labusel.

Sekretaris Komsos KWI Memberi Materi dalam Literasi Media

Pada awal event nasional ini, Senin (7 Mei), aku sempat menerbitkan sebuah status di media sosial: “Karunia penulis: nomaden temporer.” Maksudku, aku selalu takjub pada cara Tuhan menunjukkan anugerah-Nya pada insan kerdil, seperti diriku. Tidak pernah terduga, apakah esok atau lusa akan bergelut dengan tulisan ataupun desain di lingkup Komisi Komsos KAM. Ketika satu kali sarapan bersama Romo Murti Hadi Widjayanto SJ dari SAV Puskat – Yogyakarta, dalam acara ini, dia juga menyampaikan hal senada. “Saya juga bisa ke mana-mana (menjelajah berbagai tempat) karena bergelut di dunia per-film-an,” ucapnya, seraya mengisahkan ‘jatuh cinta’ pada audio visual karena ‘kecelakaan’. “Sekira tahun 1997 dan 1998, ketika itu saya masih Frater. Pas pula studio televisi swasta mulai dibangun. Saya sering bolos pelajaran, gara-gara menonton film. Hehehe.”

presentasi Media Arus Utama oleh bapa Errol Jonathans

Yah. Aku mulai mencatat, bahwa Pekan Komsos, sebagaimana dasarnya, adalah momen berdialog. Sebagaimana kualami bersama Romo Murti, Romo Kamilus (Komsos KWI), Romo Agoeng (eks Komsos KAS), bapa Budi Sutedjo (Indonesia Menulis), bapa Errol Jonathans (Radio Surabaya), Suster Fransisca, Romo Gatot, Romo Penta (keduanya Imam Diosesan Keuskupan Palangka Raya), mas Abdi (Liputan6.com), bapa Margana, dan pribadi-pribadi lainnya.

Namun, lebih dari sekedar bercengkerama, Pekan Komsos ini bagai lautan pengetahuan untuk ditimba sebanyak-banyaknya. Mungkin juga beberapa adik peserta ada yang luput mengetahui ini. Namun, kuyakin lebih banyak yang menyadari dan (bahkan) menangkap setiap pengetahuan tersebut.

Salut dan puji bagi Panitia lokal PKSN-KWI 2018 di Palangka Raya. Termasuk juga Ketua Panitia, yang juga Ketua Komsos Palangka Raya, Rm. Gatot. Ketika kami berbincang saat sarapan sebelum misa, aku perhatikan gurat merah di mata kanan-nya. “Wah. Romo, bagaimana bisa atur tenaga dan perhatian hingga akhir acara ini,” tanyaku. “Nggak tahu, mas. Namun, memang dari kemarin-kemarin saya keliling terus ini. Apa lagi, saat menyambut bapak Menteri. Saya dan tim sampai mencari-cari bunga pada jam 1 pagi,” jawabnya dengan tersenyum. Puji Tuhan. Di tengah jadwal nan padat ini, Romo Gatot masih mampu mengulas senyum gembira.

Ketua Komsos Keuskupan Palangka Raya – RD Constantius Gatot. Sekaligus Ketua Panitia lokal PKSN-KWI 2018

Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus terus digemakan dalam setiap sesi, menandakan pentingnya peran seluruh umat untuk menjadi Agen Perubahan via saluran komunikasi. Dia ada dalam rupa gawai, surat, majalah, radio, televisi atau apa pun, yang dapat digunakan untuk mewartakan perdamaian. Serta Sukacita Injil. Tentu saja harus bermula dalam diri sendiri. Meskipun, upaya dan harapan tersebut, segera saja diuji bahkan ketika Misa Perayaan Komsos Sedunia belum lagi usai di Gereja Katedral Palangka Raya. Dengan cepatnya media menyampaikan kabar tragedi bom di tiga Gereja di Surabaya. Satu di antaranya, Gereja Katolik.

Saat kubuka sebuah media sosial, kudapati telah banyak hujatan atas aksi teror tersebut. Aku sangat tergoda untuk ikut tenggelam dalam timbunan cacian itu. Tetapi, rasa-rasanya melemparkan kata-kata ke tempat itu tak akan memberi arti. Kemudian, aku memilih diam saja, dan menyimpannya dalam hati.

***

Budi Sutedjo Membawakan Sesi Pertama di Workshop Menulis Kreatif

Saat tulisan ini diterbitkan, mungkin aku tengah melintasi sebagian wilayah nusantara di dalam burung besi. Dan, secara perlahan, mungkin aku juga akan terlupa tentang detil-detil kegiatan dalam PKSN-KWI 2018. Demikian juga kurasa pada para peserta lainnya. Kami akan mulai bergelut dengan rutinitas biasa yang menjadi siklus kebiasaan, untuk kemudian terperangah di akhir tahun, dan bertanya: “Apa saja yang sudah kubuat dalam setahun ini untuk mengembangkan hidupku?”

Aku teringat pada satu perbincangan dengan bapa Budi. Dia bilang, sangat perlu adanya visi pribadi dalam memberdayakan Komunikasi Sosial. Yang berdampak pada diri sendiri dan sekitar kita. Aku kira dia benar. Karena beberapa upaya berakhir dalam rupa seremoni belaka. Sejumlah alasan akan mencuat dalam benak: aku sungguh tak ada waktu, aku hanya sendiri aktif dalam upaya itu, atau lain-lainnya.

Sebelum pamit pulang ke kediamannya di Yogyakarta, Budi memberi wejangan: “Kamu tidak pernah sendiri. Ada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kamu jangan hanya melihat masalah demi masalah. Arahkan lah pandangan pada Allah. Coba baca dalam Alkitab, ketika para murid-murid menyampaikan tak makanan bagi sekian ribu orang yang sedang mendengar ajaran Yesus. Mereka mengadukan itu, dengan mengatakan berbagai kekurangan dan masalah. Nah, ke manakah Yesus menengadah (sebelum membuat mukjizat itu)?”

 

(Ananta Bangun — ditulis di Wisma Unio – Keuskupan Palangka Raya)

diabadikan bersama dua Uskup, Mgr. Trisna dan Mgr, Anton. Sebuah karunia dari Tuhan