[REPORTASE] WORKSHOP MENULIS KREATIF – II


Margana dan peserta semangat menggali ilham tentang menulis kreatif

“Tulis Sekarang!”, “Atau Tidak Sama Sekali!” Kalimat itu diucapkan lantang berkali-kali. Aku kaget disambut suara itu saat baru mendorong pintu Aula Magna Keuskupan Palangkaraya. Ternyata empunya seruan tersebut adalah A. Margana – jurnalis senior yang pernah malang melintang di beberapa media, beberapa di antaranya Tempo dan grup media milik Kompas.

Aku sudah lama mengagumi Opa Margana, sebab karya tulisnya lugas dan jernih. Kukira itu bersumber dari pengalaman bertahun-tahun berkutat ‘menjahit’ aksara. ‘Si Penjahit’ kini berdiri santai dekat panggung, seraya menyampaikan materi selayaknya Mick Jagger sedang konser. Ya, dia seperti band musik Rolling Stone itu. Meski sudah lewat masa emas, namun masih prima untuk membagikan keahliannya.

Setelah usai materi dari Budi Sutedjo, pada Selasa (8/5/2018), Gabriel Abdi dan Margana kemudian mengampu sesi (lebih tepat disebut) praktik a la media jurnalistik. Sebab keduanya adalah jurnalis. Abdi sendiri kini bekerja di Liputan6.com, di sela waktu dia juga berperan sebagai redaksi di website Sesawi.net dan laman resmi Komisi Komsos KWI, Mirifica.net.

Margana memaparkan kiat menulis Esai kepada peserta workshop Menulis Kreatif. Dengan slide presentasi, dia mendorong peserta untuk menumpuk ide-ide menulis hanya dengan sebuah gambar. Kebetulan foto yang ditampilkan ialah beberapa kendaraan tengah melintasi banjir di Palangkaraya. Identitas kota tersebut, kami temukan pada plat nomor salah satu mobil yang yang terendam banjir.

Berseberangan dengan awam dunia literasi, Margana mengatakan menulis itu mudah. Bagaimana bisa? Dia berpetuah: “Sebab kita menulis apa yang kita lihat; Kita menulis apa yang kita dengar; Menulis apa yang kita rasakan; Menulis apa yang kita baca; Menulis apa yang kita pikirkan.”

Abdi memberikan penjelasan tentang kiat menulis kreatif

Kiat senada juga disampaikan Abdi. Dengan metode diskusi/ sharing, dia mengajak peserta menuliskan satu artikel perihal PKSN 2018 di Palangka Raya. “Namun, kita akan tulis artikel tersebut dengan teknik menulis kreatif, yakni Feature. Disebut kreatif, sebab feature adalah tulisan berita/ fakta yang ditulis seperti bercerita,” ujarnya, seraya menekankan agar peserta tak terkecoh menulis peristiwa dengan menyisipkan pendapat pribadi.

“Namun, harap diingat bahwa yang namanya menulis, tidak bisa langsung terjadi,” katanya. Abdi menjelaskan, agar penulis perlu berkali-kali menyunting tulisannya. Aku teringat Ayu Utami — dalam bukunya: “Menulis dan Berpikir Kreatif”, dengan sedikit ironi dia mencela agar penulis tidak seenaknya memberi kotorannya (karya tulis yang masih mentah) kepada Editor. Terpujilah Ayu di antara penulis di dunia ini.

Abdi mengatakan, tulisan yang kreatif tentu berasal dari angle (sudut pandang) yang kreatif juga. “Perhatikan juga agar Anda harus mengerti apa yang sedang ditulis. Jika Anda sendiri tidak mengerti, sudah pasti pembaca lain juga tidak akan paham isi artikel tersebut.”

Sebagai sesi praktik, kedua pemateri mengembankan tugas berkelompok untuk (tentu saja) menghasilkan karya tulis. “Cari pasangan untuk saling membantu. Menulis sendiri dijamin akan pusing memulainya. Maka dengan adanya partner akan memungkinkan seorang bisa berbagi pikiran dan solusi,” kata Opa. “Anda berdua aan mulai belajar menulis pada sesi berikutnya. Anda diutus berdua-dua. [hingga agenda terakhir PKSN memisahkan keduanya]”

Opa Margana lalu mengganti slide presentasi pada lirik lagu “Yesus Mengutus Murid-Nya”

Yesus mengutus murid-Nya

pergi berdua-dua keluar masuk kota,

Menjelajah semua desa.

Bawa kabar gembira kepada yang miskin papa di tangan Sang Pencipta.

….

 

Kami semua tertegun. Dan menyanyikannya. Cukup dalam hati saja, sembari ke luar ruangan untuk menuntaskan ritual juadah.

(Ananta Bangun)

A. Margana