
Aku terkagum kala melirik desain logo pada goody bag, buku catatan dan buku panduan selama Workshop Menulis Kreatif di Aula Magna Keuskupan Palangkaraya. Berbeda dengan rancangan dibuat oleh Komisi Komsos KWI. Aha! ini sungguh menarik, pikirku.
Lekas kuhubungi Panitia PKSN 2018 setempat, Rm. Gatot. Dari Imam ramah tersebut, aku mendapat tahu bahwa sang desainer adalah seorang koleganya, Viktor Odja. Dengan media bincang Whatsapp, kami sepakat untuk wawancara sejenak. Dengan semangat Viktor menuturkan gagasan, dan bagaimana dia akhirnya tenggelam dunia desain grafis. Berikut penuturannya.
***
Walau lahir di Flores, Viktor Raja Odja sudah akrab dengan khasanah budaya Kalimantan Tengah. “Karena sejak kecil, saya sudah dibawa orangtua ke sini (Kalteng),” ucap Viktor sembari terus tersenyum.
Maka, ketika ditawari tantangan untuk merancang logo Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) khas Keuskupan Palangka Raya, dengan enteng dia menyanggupi. “Dunia desain adalah hobi saya. Tepatnya sejak di Seminari Tinggi Giovanni XXIII – Malang, pada tahun 2009 lalu,” kenang pegawai di Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAS) Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangkaraya.
Dia mengisahkan, semakin tekun belajar desain ketika terlibat dalam redaksi buletin seminari. “Buletin tersebut adalah Aggiornamento. Nama buletin (Aggiornamento dari bahasa Italia: “memperbarui”) terinspirasi dari ucapan Paus Yohanes XXIII untuk merangkum tema besar Konsili Vatikan II,” katanya di Wisma Unio Keuskupan Palangkaraya, pada Rabu (9 Mei).
Di redaksi Aggiornamento, Viktor berperan sebagai perancang untuk melayout isi hinngga cover atau halaman muka. “Sejak itulah saya mulai ‘tenggelam’ dalam dunia desain. Saya belajar secara otodidak, yakni mempraktikkan dari beberapa buku kiat komputer yang saya telah beli.”
Belakangan, Viktor malah kebanjiran order desain selain buletin. Yakni, kaos, undangan dan lainnya. “Meski demikian, desain tetap hanya lah hobi bagi saya,” kata dia.

***
Viktor menuturkan, proses desain logo PKSN Palangka Raya menyita waktu lebih lama dalam menemukan ide. “Untuk menggambar tidak butuh lama, hanya satu hari. Mengumpulkan idenya yang lama. Perlu waktu sampai sebulan,” katanya.
Sebagai langkah awal, Viktor banyak bertanya pada Romo Gatot perihal PKSN. “Sebab ini kali pertama mengetahuinya. Romo menjelaskan bahwa itu adalah Pekan Komsos Nasional dan beberapa detil keterangan lainnya.”
“Berbekal data itu, saya lalu menelusuri pencarian di Internet untuk mencari teladan desain ini. Ternyata, beberapa keuskupan telah membuat rancangan khas daerahnya masing-masing. Satu yang menarik perhatian saya adalah desain logo PKSN Keuskupan Agung Semarang 2018. Saya melihat terdapat elemen-elemen ikon daerah dan ikon audio visual,” ujarnya, mengakui banyak terinspirasi dari desain keuskupan tersebut.
Setelah lama ‘mengendap’, Viktor pun menemukan elemen-elemen untuk desain khas Kalimantan Tengah: Telawang (perisai), Mandau, Tombak, Sulur (kembang), burung Enggang. Sementara elemen lainnya adalah: salib, ikon kamera, dan bendera Indonesia. Untuk urusan warna, sang desainer mencomot dari rupa warna pada pakaian adat Kalimantan. “Yakni, warna hijau, merah dan kuning. Saya mendapati warna-warna ini pada pakaian adat setempat.”
Dia menjelaskan, ‘Telawang’ atau perisai, ini adalah simbol mempertahankan diri dari serangan musuh. “Sementara, Burung Enggang, adalah unggas khas Kalimantan. Bagi orang Dayak, burung ini adalah simbol kemahakuasaan. Karena burung ini jarang terbang ke tempat rendah. Di samping itu, burung ini juga lambang kesetiaan. Ketika betina sedang bertelur dan mengeram, si jantan akan menjaga hingga anaknya menetas.”
“Untuk ‘sulur’ atau kembang/ bunga, saya membuatnya khas Kalteng. Yaitu, desain motif yang sederhana. Sementara di Kalbar biasanya lebih rumit,” kata dia.
Viktor melanjutkan, ikon kamera dan bendera Indonesia sudah jelas mewakili kegiatan media dan bendera bangsa Indonesia. “Saya sungguh tertarik pada seruan dalam PKSN ini: “Kebenaran akan memerdekakan kamu. Berita Palsu & Jurnalisme Perdamaian.” Saya sengaja letakkan dalam bendera, karena isu hoaks sudah mewabah di negara kita.”
Sang desainer menyampaikan, seluruh ikon daerah digambar sendiri. Sebab dari pencarian di Internet, elemen tersebut hanya ada jenis foto. Bukan jenis vektor.
Viktor kemudian membuat sketsa di kertas. “Hasil oret-oret itu kemudian saya scan, dan trace menjadi vektor di aplikasi desain grafis. Hasil akhir desain, kemudian saya kirim ke Romo Gatot. Dan sekarang tersemat di spanduk, buku dan goody bag acara megah ini,” pungkasnya.
(Ananta Bangun)