
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23)
Grha Maria Annai Velangkanni melengkapi tempat peziarahan umat dengan pemberkatan Taman Maranata, pada Sabtu (6/1/2018). Setelah budayawan, RP Leo Joosten OFM Cap secara simbolis meresmikan taman tersebut dengan pengguntingan pita, ratusan umat masih penasaran dengan wujud yang ada di balik tirai merah marun. Tepatnya di dalam sebuah rumah adat bercorak Melayu. Dengan senyum sumringah, pendiri serta Rektor Velangkanni, RP James Bharataputra perlahan menyingkap tirai. “Woww! Keren sekali,” seru seorang umat spontan, kala melihat sebuah miniatur Velangkanni. Nyaris persis seperti aslinya.
Dia mengatakan, seorang umat Katolik di Stasi Sta. Maria – Sabang telah hampir satu tahun menyumbang fikiran, tenaga dan dana secara sukarela untuk membuat miniatur Grha Maria Annai Velangkanni yang indah. “Namanya Hengky. Dia mengalami tantangan besar dalam membuat maket ini. Juga dalam hal iman. Bagaimana kalau kamu buat menjadi sebuah tulisan?” kata Pater James kepada Menjemaat. Redaksi menyanggupi, dan berikut petikan kisah iman tersebut.
***

Pria bernama lengkap Hengky Pankratius sempat menolak permohonan Menjemaat untuk wawancara perihal karya replika Velangkanni. “Sebaiknya saya jangan diwawacarai, Pak. Takut kalau nanti orang akan memesan dibuatkan miniatur yang sama. Saya bukan tukang pembuat maket. Ini sekedar hobi, dan maket Velangkanni memang saya niatkan untuk sumbangsih bagi Gereja,” ujarnya menyampaikan alasan. Namun, ayah dua putra dan dua putri ini lekas luluh ketika Menjemaat menyampaikan hendak menuliskan kisah imannya untuk diwartakan bagi sesama umat Kristen.
Walaupun menekuni usaha dagang Toko Setia Budi miliknya di Sabang, Hengky memiliki minat dan bakat dalam ihwal pembuatan maket. “Ada beberapa kali saya menjuarai lomba membuat maket,” akunya seraya mengingat ada tiga kali memenangkan perlombaan demikian. Namun, yang paling membekas dalam benaknya saat menjadi jawara dalam Lomba Maket Icon Aceh.
“Saya membuat miniatur Museum Peringatan Tsunami. Saya menang karena, juri menilai ketepatan waktu pembuatan selama 14 hari, ketepatan ukuran, ketepatan thema, tingkat kesulitan, dan pemilihan bahan. Saya menggunakan bahan-bahan khas Aceh, yakni kopi dan cengkeh,” kata Hengky. “Namun ada yang unik untuk hal ini. Ketua Stasi mengatakan, kemenangan ini karena saya memakai meja belajar dari Aula Gereja Stasi Sta. Maria – Sabang. Saya memang pinjam sementara dari beliau, meja itu dibungkus triplek sebagai tempat mdudukan maket museum tersebut. Hehehe. Ada-ada saja.”

Bermula dari Jubileum Stasi Sta. Maria – Sabang
Hengky menuturkan, ide awal pembuatan miniatur Velangkanni bermula dari perayaan Jubileum Stasi Sta. Maria – Sabang. “Pater James turut hadir dalam perayaan Jubileum 125 tahun Gereja Katolik Stasi Sta. Maria – Sabang, pada 15-16 Agustus 2015,” kata Hengky yang berperan sebagai Ketua panitia perayaan jubileum.
“Dalam perbincangan bersama umat, Pater James senang bercerita mengenai Velangkanni di Medan. Baik mengenai bangunan, makna religius, mukjizat. Dan juga hal lain, seperti karya persembahan seorang anak TK atau SD yg membuat lukisan GAV dalam bentuk lukisan komik kepada saya. Saya merasakan bahwa Pater James sungguh mencintai dan memuliakan Tuhan melalui Velangkanni. Walau telah lanjut usia tetapi semangatnya tetap berkobar untuk melayani di Velangkanni.”
Selepas hari perayaan jubileum, Bendahara Stasi Sabang, Johanes bersama Pater James silaturahmi ke rumah Hengky. “Dia (Pater James) kemudian tertarik foto saya memenangkan juara I (tahun 2011) dalam pembuatan replika/ maket Museum Peringatan Bencana Tsunami Aceh. Secara spontan, bapa Johanes menganjurkan Pater agar menyuruh saya membuat maket GMAV. Dan, Pater James pun lekas melakukannya,” katanya.
Hengky dengan senang hati menerima permintaan tersebut. “Sebab, dalam hati kecil saya membatin: “Sudah cukup banyak saya memenangkan lomba kreatif replika, namun tidak ada satupun replika yg saya kerjakan mencerminkan agama sendiri.””
Sekira sebulan kemudian, Pater James mengirimkan blue-print atau denah GMAV sebagai acuan. “Namun, ada satu ganjalan yang membuat saya bingung. Yakni, pesan Pater James bahwa dia ingin maket berskala besar dengan detail-detail bangunan dapat dilihat jelas,” kata Hengky. “Sebab, mulanya saya mengira hanya membuat maket kecil tanpa detail lengkap.”
Keraguan Hengky bergumul pada beberapa ihwal. “Jika menuruti pesan Pater James tersebut, maka tentulah membutuhkan biaya besar. Di samping itu, selayaknya dikerjakan tim pekerja, sementara saya hanya sendiri. Dan beberapa hal lain, seperti kelengkapan alat, teknik dan waktu.”
“Selama beberapa hari, saya hanya larut merenungkan kesulitan-kesulitan tersebut. Namun, dorongan hati semakin kuat membakar semangat, sebab saya yakin Tuhan pasti turut membantu. Akhirnya pembuatan miniatur GMAV dimulai pada awal Oktober 2015.”
Melalui komunikasi jarak jauh, Pater James dan Hengky sepakat pembuatan miniatur GMAV dimulai pada awal Oktober 2015, dan rampung Desember di tahun yang sama. Karena Imam Jesuit asal India berharap, maket ini dapat ditampilkan dalam perayaan Natal tahun 2015. “Saya kocar-kacir karena waktu yang sempit, sehingga saya kerap seperti diburu-buru. Pagi hari sambil jaga toko, saya persiapkan bahan-bahannya; kemudian malam hari, saya lanjutkan pemasangan. Tidak seharipun terlewatkan tanpa mengerjakan miniatur,” kata Hengky yang juga bertugas sebagai Jupen Non PNS (oleh Pembimas) di Gereja Katolik Sabang.
Karena belum pernah melihat langsung gedung grha Velangkanni, dia membutuhkan banyak referensi. “Saya pun kerap merujuk profil grha di youtube dan Facebook. Juga bertanya pada orang yangg pernah menyambangi Velangkanni. Sebenarnya, sempat terbersit keinginan mengunjungi Velangkanni, namun sayangnya selalu batal.”
Tantangan perdana pun hadir ada November 2015. Pater James menghubungi Hengky. Dia menyampaikan hendak cuti untuk waktu cukup lama, karena kondisi kesehatan menurun. “Pater berpesan agar saya tetap merampungkan miniatur tersebut. Dia juga berpesan, andai pulang atau tidak pulang ke Medan, maka saya harus tetap memasang miniatur di Velangkanni setelah selesai,” katanya mengenang. “Saya sempat bimbang. Semangat saya menjadi kendur karena khawatir kalau Pater tidak akan kembali lagi ke Velangkanni, Medan.”
“Syukurlah pada Februari 2016, Pater James kembali menghubungi saya dari India. Sembari menanyakan perkembangan pembuatan miniatur Velangkanni; dia mengatakan akan kembali ke Medan dan berharap miniatur Velangkanni dapat selesai pada April 2016. Sebab hendak ditampilkan di bulan Maria.”
Hengky mengingat, masih hanya merampungkan 30%. Untuk memenuhi harapan Pater James, Hengky kembali terburu-buru membuat maket. “Malangnya, pengerjaan terpaksa berhenti dikarenakan jari tangan saya terpotong pisau cutter. Daging jari dan kulitnya tersayat lepas dari jari menyebabkan luka lebar. Setelah agak sembuh saya kebut kembali.”

Ingin Berhenti, Namun Doa Memberi Jawaban
Malang tak dapat ditolak, pada pertengahan Maret 2016, Hengky terpaksa berhenti total dari pengerjaan miniatur tersebut. Musababnya Isterinya, Hartini mengalami kejang-kejang lalu tidak sadarkan diri. “Dari hasil pemeriksaan medis, dokter mengatakan ada tumor di otak yg menekan syaraf gerak Isteri saya. Dokter menganjurkan harus dioperasi. Dari rujukan tersebut, Isteri saya pun dioperasi di Island Hospital – Penang, Malaysia. Setiap bulan selama tiga bulan berturut turut ke rumah sakit itu untuk check up.”
“Karena situasi ini, saya menyampaikan pada Pater James bahwa saya menunda pengerjaan miniatur Velangkanni. Pater tidak punya pilihan selain terpaksa menerimanya. Pekerjaan ini terpending selama tujuh bulan, dan saat itu pekerjaan baru selesai 50 % saja,” aku Hengky, dirinya sempat berniat membatalkan dan membuang miniatur Velangkanni tersebut. “Saya tidak ada waktu lagi untuk membuatnya. Di tengah tekanan situasi, di mana saya harus mengurusi toko, rumah, anak dan Isteri yang tengah menderita sakit. Pun, dokter menyampaikan bahwa Istri saya kemungkinan besar dapat sembuh total jika selama dua tahun tidak mengalami keluhan sakit.”
Meski memutuskan sendiri untuk penundaan itu, selama tujuh bulan Hengky merasakan hatinya tak tenteram. Setiap kali melewati ruangan pembuatan miniatur Velangkanni, dia tergerak untuk mengerjakan. Namun selalu urung, sebab semangat dan ilham telah meleleh.
Dia pun memutuskan, untuk memohon nasihat dari RD. Sebastianus Eka Bhakti Sutapa. Imam Projo yang pernah melayani di Paroki Banda Aceh. “Saya menceritakan tentang pembuatan miniatur Velangkanni, dan tantangan berat yang tengah dialami,” katanya. “Romo Eko menganjurkan saya untuk memohon dukungan doa Pate James. Romo mengatakan, Pater James adalah seorang Imam pendoa. Saya mengatakan permohonan seperti yang dianjurkan, yakni memohon doa agar semangat menyala kembali dan isteri dapat kembali sehat.”
Pater James mengamini permohonan doa tersebut. Setelahnya, Hengky merasakan rahmat-Nya mulai mengalir. “Saya merasakan semangat luar biasa dari hari ke hari. Maka, saya melanjutkan bekerja dan luar biasanya pengerjaan miniatur, entah bagaimana, menjadi gampang. Detail gedung Velangkanni yang salah, saya bongkar dan ganti menjadi tepat seperti aslinya,” ucap Hengky, seraya melanjutkan bahwa setelah dua tahun Istrinya juga tidak pernah lagi mengalami keluhan sakit.
Pada Januari 2017, miniatur Grha Maria Annai Velangkanni pun akhirnya rampung. “Saya mengirim miniatur ini dengan mempacking dalam ukuran besar. Harapannya, agar tidak rusak diperjalanan. Beberapa bulan kemudian, tepatnya Mei 2017, saya mendapat kesempatan untuk melihat langsung Grha Maria Annai Velangkanni, yakni saat menerima undangan Perayaan Syukur 60 Tahun dalam Serikat Jesuit. Pada hari tersebut, saya juga mendapat piagam penghargaan dari Pater James.”
Walau menuai pujian dan ucapan terima kasih dari Pater James dan keluarga besar Grha Maria Annai Velangkanni, Hengky menepis perasaan jumawa pribadi. Dia menyampaikan, sumbangsih ini sebagai ‘tabungan’ untuk harta kekekalan bersama Bapa surgawi. Bukan meminta upah atau pujian di dunia. “Saya takut menjadi suatu kesombongan diri. Jadi apa guna kita berbagi, kalau upah kita kita di dunia ini, kan?”
Sebagaimana dikisahkan kepada Ananta Bangun