MEMBANGUN HABITUS BARU DALAM KELUARGA


Parokus Tiganderket, RP Evangelis Pardede OFM Cap (Copyright: Komsos KAM)

Keluarga merupakan tanda kehadiran Tuhan yang nyata, mewujudkan Sakramen Perkawinan di tengah-tengah masyarakat atau warga. Top Pastoral Priority (TPP) 2018 tentang “Keluarga Rukun” semakin memperteguh ‘rahmat’ ini, setelah TPP sebelumnya berfokus pada upaya “Keluarga Berdoa”. Menjemaat edisi ini, mengulas sejumlah harapan dan masukan dalam gerakan tersebut. Terutama perihal “Membangun Habitus Baru dalam Keluarga”. Yakni, dalam menghidupi kebiasaan menuturkan ‘maaf’, ‘permisi’, ‘tolong’ dan ‘terima kasih’.

Parokus St. Monika Tiganderket, RP. Evangelis Pardede OFM Cap menilai penghayatan habitus baru tersebut adalah tugas semua orang, secara khusus orang tua di dalam keluarganya. “Sebab dengan relasi yang baik aggota keluarga akan mampu menyatakan kasih kita kepada orang lain dengan cara yang baik pula. Dalam relasi keluarga belajar mengenal dan mengungkapkan kasih kepada anggota keluarga yang lain (ini menyangkut semua jenjang perkawinan). Perkawinan yang sudah bertahun-tahun pun belum tentu lulus dalam hal berelasi,” ujar Imam yang kerap disapa Pastor Evan kepada Menjemaat via surel.

“Menurut saya sosialisasi habitus baru ini amat baik. Ketika kita menyampaikan hal ini kepada umat berbagai tanggapan muncul, namun umumnya disadari bahwa kebiasaan ini jarang dilakukan atau bahkan tidak pernah di laksanakan. Ada rasa malu namun dari keluarga yang mencoba untuk komit melaksanakannya sungguh merasakan sesuatu yang berbeda. Karena itu, kami tetap menyampaikannya kepada umat baik dalam forum resmi maupun dalam pembicaraan biasa,” dia mengimbuhkan.

Pastor Evan mengatakan, Pengurus Harian Paroki Tiganderket tetap mensosialisasikan Habitus Baru dalam Keluarga.  “Di paroki, kami menyusun dua program kerja khusus IK (Indikator Keberhasilan) ke-3, yaitu: 1. Kursus Pasutri. Sasarannya tentu orang tua agar mereka diingatkan akan tugas serta tanggungjawabnya di dalam keluarga, sejalan dengan seruan paus Fransiskus soal habitus baru. 2. Mencari Domba yang hilang. Dimana banyak keluarga-keluarga katolik di kuasi paroki ini yang tidak terlalu peduli dengan imannya.”

Umat Paroki St. Mikael Tanjung Balai, Yupen Pandiangan mengaku sudah memulai kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarganya, misal mengatakan kata maaf dan terima kasih. Bapak yang hariannya juga seorang guru itu menambahkan bahwa dalam keluarganya ada kebiasaan pembukuan, yang dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan istilah “martangan pudi”. “Intinya ada komunikasi yang jujur dan terbuka. Saya tidak sungkan meminta maaf pada Istri dan anak-anak, bila memang berbuat salah”, katanya kepada Menjemaat.

Aktivis PSE di Paroki Tanjung Balai, Supratman Lumbanraja menceritakan kalau dalam parokinya dilakukan kunjungan-kunjungan rumah atau keluarga, khususnya dilakukan oleh seksi keluarga dan katekese. “Saat berbicara mengenai fokus pastoral 2018, ada yang harus dibiasakan, yakni misal mengatakan kata ‘maaf’ khususnya kepada anak, sepertinya agak sungkan, karena belum biasa saja. Kerukunan keluarga juga diupayakan dengan kepercayaan dan komunikasi terutama dikaitkan dengan masalah keuangan,” ujarnya.

Sementara Sr. Vincentine KSSY memandang ‘TPP 2018: Keluarga Rukun oleh KAM’ merupaka gerakan yang menarik terutama kehidupan para keluarga-keluarga umat di paroki maupun di stasi. “Tapi saya lebih menyoroti umat di stasi. Saya mengamati keluarga rukun di stasi menjadi andalan buat perkembangan sebuah stasi, dari keluarga-keluarga yang rukun lahir kesatuan hati umat untuk bertumbuh dan berkembang baik secara iman dan kebersamaan dalam suka dan duka mereka.”

Menurut Sr. Vincentine, kerukunan keluarga di tengah umat adalah penyerahan diri mereka yang tulus kepada Tuhan.  “Lewat iman itu mereka mencoba membina keluarga dan anak-anak dengan baik, misalnya perlakuan suami kepada si ibu yang saling mengasihi. Dan juga saling mendukung dan memahami situasi ekonomi keluarga yang kadang jatuh bangun. Di samping itu, membangun kebiasaan berdoa sebelum makan bersama, mengajari dan membiasakan anak-anak memimpin doa makan, dan ada juga membaca kitab suci sebelum tidur.”

Parokus Tebing Tinggi, RP Donatus Manalu OSC

Keluarga Berdoa Tetap Relevan dan Penting

Dalam pelaksanaan TPP 2018, termasuk membangun habitus baru di tengah keluarga Katolik, Parokus St. Joseph Tebing Tinggi, RP. Donatus Manalu OSC memandang gerakan “Keluarga Berdoa” masih tetap relevan dan penting disertakan seiring fokus pastoral “Keluarga Rukun.”

“Sosialisasi dan dampak Keluarga Berdoa di tahun lalu masih perlu digali lebih dalam lagi. Karena itu, pengurus harian di Paroki Tebing Tinggi masih tetap mendorong umat untuk rindu dan tetap menghidupi kebiasaan bedoa di tengah keluarga mereka. Semisal, doa Angelus,” katanya kepada Menjemaat.

Hal senada juga dilontarkan Supratman. Dia menceritakan pengalamannya bagaimana membangun keluarga yang berdoa. “Doa Angelus yang disosialisasikan kepada umat KAM, ternyata sudah dilaksanakan hampir tiga tahun yang lalu,” kata Supratman, Ketua Seksi PSE di paroki tersebut.

Ketua Lingkungan Santa Theresia ini menambahkan bahwa di lingkungannya jumlah umat yang hadir selama fokus pastoral keluarga berdoa mengalami peningkatan, meskipun hanya kalangan para ibu; sedangkan para bapak sedikit yang datang.

Sementara Pastor Paroki Tanjung Balai, RP. Yosef Riang Hepat SS.CC mengingatkan perlu melihat perbedaan tantangan umat di lingkungan urban atau non-urban, dalam menerapkan TPP 2018. “Seperti di Paroki Tanjung Balai, yang banyak terletak jauh di daerah pesisir. Sosialisasi mengenai fokus pastoral ini tentu membutuhkan waktu lama. Namun, tentu saja habitus baru ini sudah lama ada dalam hidup keluarga mereka,” katanya.

Parokus Tanjung Balai, RP Yose SS.CC (Copyright: Komsos KAM)

(RP. Santo OSC, Rina Barus, Jansudin Saragih, Ananta Bangun)