MERANGKUL SESAMA DALAM DOA


Elisabeth Sri Puji Astuti (vector by: Komsos KAM)

Dalam kesehariannya, Elisabeth Sri Puji Astuti memperkenalkan diri dengan sapaan ‘Puji Purba.’ Ini dikarenakan ia dipinang seorang pria suku Karo, Benny Ginting. “Karena ibunda suami (mertua) saya bermarga Karo-karo Purba. Saya pun mendapat kehormatan disemat marga tersebut,” aku umat Paroki Tanjung Selamat – Medan ini yang aslinya suku Jawa.

Di ranah kepengurusan Gereja, alumnus Institut Pertanian Bogor tersebut beberapa kali dilibatkan dalam Dewan Pengurus Paroki (DPP). Selain itu, Puji juga meluangkan waktunya untuk komunitas kategorial seperti: Lex Orientis (kelompok literasi umat) dan Legio Maria. “Keterlibatan saya di Legio Maria sungguh pas dengan peran di DPP. Yakni di Komisi Kerasulan Awam,” katanya seraya menambahkan pertemuan di LM rutin berlangsung setiap akhir pekan. Legio Maria (bahasa Latin: Legio Mariae) adalah sebuah kelompok kerasulan awam Katolik yang melayani Gereja Katolik secara sukarela.

Puji Purba mengatakan, masing-masing pelayanan dalam Gereja Katolik memiliki nilai pengalaman yang khas. “Saya tak hendak mengkerdilkan bahwa kegiatan di komunitas Gereja lain kurang menarik, namun konsep pelayanan di LM telah lama memancing minat saya,” aku alumnus Intitut Pertanian Bogor ini. Kala sedang mempersiapkan kelulusan magisternya, Puji sempat diperkenalkan komunitas LM di Bogor. “Saya tidak memiliki banyak kesempatan bertemu saat itu. Namun telah memahami sebagian konsep pelayanannya. Setelah mendapat pekerjaan dan menikah di Medan, saya nemu kembali komunitas LM di Paroki Tanjung Selamat. Jadi ya lekas-lekas gabung kembali.”

Menurut sejarahnya, pertama kali Legio Maria didirikan di Dublin, Irlandia, oleh orang awam Katolik, Frank Duff, pada 7 September 1921. Anggota pertamanya adalah Frank Duff, Pastor Micahel Toher dan 13 wanita. Pada awal perkembangannya, Legio Maria sempat tersendat-sendat. Namun kemudian Legio Maria dapat berkembang dengan baik. Pada tahun 1931, Paus Pius XI memuji karya kerasulan Legio Maria. Paus Paulus VI mengundang Frank Duff sebagai Pengamat Awam dalam Konsili Vatikan II.

Puji menuturkan, peran utama seorang legioner (anggota LM) ialah menghadiri Rapat Presidium selain doa, karya kerasulan seperti misalnya mengunjungi orang sakit, ‘merangkul’ umat untuk kembali aktif dan membantu tugas paroki.

Sama-sama Merasakan Berkat

Dalam pengalaman Puji, menjalani tugas seorang legioner tidak begitu rumit dan berat. “Sebagian besar kegiatannya bersifat doa dan memotivasi saudara seiman. Dan juga kerap diingatkan secara ringkas agar legioner tidak memberi dan tidak menerima pemberian apapun dari umat yang disambangi,”katanya. Lalu bagaimana mendapat pengalaman spiritualnya?

“Banyak punya persepsi kalau sekedar mendoakan hanya memberatkan umat yang dikunjungi. Namun, dalam pengalaman kami justru sebaliknya. Sebab mereka yang dikunjungi sebenarnya juga rindu temu sapa dengan keluarga dari Gereja juga,” ujar Puji. “Umumnya keluarga umat yang dikunjungi tengah dirundung sakit atau kemalangan. Mereka tidak selalu mengharapkan pemberian materi. Namun kehadiran kita untuk mendengarkan dan berdoa bersama.”

Doa dan sharing dengan sesama umat juga menginspirasi para Legioner. Tidak terkecuali bagi Puji. “Hampir seluruh teman-teman Legioner juga mendapati diri turut berbahagia, saat seorang umat yang pernah dikunjungi telah pulih dari sakit atau kemalangannya. Dalam keadaan tersebut, baik saudara yang dikunjungi dan para Legioner ternyata sama-sama terberkati oleh Allah,” tutur Dosen di satu kampus swasta Medan ini.

Kenangan Puji dalam pelayanan LM tidak melulu serius. Kadangkala ada pengalaman unik yang kerap berujung guyon. “Ada beberapa kejadian unik dimana beberapa saudara yang kami doakan, tak lama kemudian wafat. Hal ini melahirkan perasaan kurang enak bagi kami. Seolah kami laiknya‘ malaikat pencabut nyawa’. Namun, itu tak berlangsung lama. Kami bahkan disadarkan oleh keluarga yang ditinggalkan, bahwa memang saudara yang kami doakan telah menderita sakit keras,” terang Puji. “Setiap kali mengigat pengalaman tersebut kadang saya terpingkal geli. Namun tak jarang juga saya semakin memahami tentang singkatnya kehidupan ini. Sungguh benar sabda-Nya dalam nats Alkitab: bahwa kedatangan-Nya seperti pencuri. Tak bisa diduga.”

Dalam satu kesempatan Puji memaparkan perihal keanggotaan di LM. “Untuk menjadi anggota Legio Maria, seseorang sudah dibaptis menjadi Katolik dan hadir dalam Rapat Mingguan sebagai tamu, setelah calon anggota menyampaikan kemauannya menjadi anggota, maka presidium memberikan waktu sedikitnya tiga bulan sebagai Anggota Percobaan,” katanya.

Anggota Legio Maria terdiri dari anggota aktif dan anggota auxilier(yang membantu). Anggota aktif wajib terlibat dalam kegiatan rutin Legio Maria seperti menghadiri Rapat Mingguan Presidium, melaksanakan tugas-tugas kerasulan, mendoakan Catena (Latin: Catena artinya rantai ikatan), dan lain-lain. Tugas anggota auxilier adalah berdoa Rosario dan Tessera setiap hari.

Selain keanggotaan tersebut juga terdapat keanggotaan tambahan yaitu Pretorian dan Ajutorian. Seorang Pretorian selain melakukan tugas sebagai anggota aktif juga harus mengikuti Misa Harian, dan mendoakan doa resmi Gereja/ brevier (english Devine Office) demikian juga bagi seorang Ajutorian selain melakukan tugas sebagai anggota auxilier juga dituntut untuk mengikuti Misa Harian dan mendoakan doa resmi Gereja/brevier.

“LM tidak menjanjikan saya kesejahteraan materiil. Namun, lebih dari itu, saya merasa setiap doa kami didengarkan Allah. Ia tidak pernah tidak menjawab doa-doa kami. Hanya saja, kadang kala jawaban yang terbaik adalah ‘tidak’. Dan, dalam jejak kehidupan saya, setidaknya ada berbuat bagi sesama,” kata Puji.

//// ditulis untuk majalah online Lentera