
Matahari mulai terik di beranda Paroki St. Fransiskus Assisi – Brastagi, setelah tim Menjemaat mengikuti Misa Minggu (11/6/2017) di gereja tersebut. Di pelataran pastoran, telah menanti pengurus DPP (dan juga redaktur majalah Ralinggungi), Betlehem Ketaren dengan koleganya, Asli Purba. “Kita akan berangkat ke Stasi Sta. Monika Serdang naik mobil bapak Tangsi Barus. Dia adalah Ketua Panitia Pembangunan gereja tersebut,” ucap Betlehem berkenaaan agenda liputan profil Stasi Serdang untuk majalah Menjemaat.
Sekira beberapa menit menanti, kami pun menumpang mobil sang ketua panitia. Dia turut ditemani Istri dan menantunya. “Pengalaman bernilai dalam pembangunan gereja Stasi Serdang ini adalah semangat gotong-royong umat tersebut. Mereka sungguh kompak dan bahu-membahu agar kegiatan membangun gereja baru mereka lekas rampung,” ujar Tangsi, menjawab pertanyaan Menjemaat tentang sisi unik atau menarik dari gereja yang hendak kami tuju. Selama perjalanan, dia mengisahkan bagaimana seluruh umat saling bekerjasama mengumpulkan batu dan pasir dari sungai untuk bahan bangunan.
Tangsi mengaku bahagia atas keberhasilan pembangunan gereja, yang sepekan sebelumnya (4/6/2017), diberkati oleh Uskup Emeritus Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara OFM Cap. “Sebab sebelumnya sempat terkendala. Bahkan, hingga terjadi beberapa kali pergantian panitia,” ujarnya.
Beberapa media setempat, sebelumnya telah meliput pemberkatan gedung gereja stasi tersebut. Mgr. Pius dalam khotbahnya mengatakan, kalau ada kegembiraan dan saling mengerti dan saling memahami, pasti ada cinta kasih. “Kepercayaan yang tidak didasari kasih, tentu tidak memiliki arti. Kita diajarkan untuk saling mengasihi, saling mencintai tanpa membeda-bedakan. Bukankah kita semua ciptaan Sang Maha Kuasa?” katanya.
Bupati Karo, Terkelin Brahmana juga turut hadir di dalam pesta ini. Dalam sesi sambutan dia menyampaikan,”Gereja sebagai bangunan rohani tidak hanya dipandang secara simbolis sebagai bangunan infrastuktur, namun, lebih kepada upaya untuk memampukan diri sebagai umatnya menjadi pelayan yg utuh, berkualitas dalam iman dan mampu mengabdikan diri bagi seluruh kehidupan umat beragama,” katanya.
Pihak media juga mengutip pernyataan syukur Tangsi. “Saya sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Bupati karo beserta rombongan dan Uskup Medan dan Pastor Paroki Berastagi (RP Liberius Sihombing OFM Cap), karena telah meluangkan waktu dalam acara ini. Kami, pihak panitia, mengucapkan terimakasih atas partisipasi Bupati karo telah menyumbangkan dana sebagai bantuan pembangunan gereja. Semoga Tuhan memberikan berkat berlipat ganda bagi seluruh pihak yang telah membantu pembangunan gereja stasi Serdang,” katanya.
Sebelum misa berlangsung di lost Desa Serdang, Uskup didampingi Ketua pembangunan, Tangsi Barus dan pengurus stasi menggunting pita dan pembukaan pintu serta pemercikan gereja berikut altar dan ruang sakristi dan simbol-simbol gereja disaksikan oleh ratusan umat.

Sejarah Stasi Sta. Monika Serdang
Stasi Serdang dibuka pada tahun 1978, saat itu masih dalam lingkup paroki Tanah Karo. Sementara, Parochus dijabat oleh RP. Licinius Fasol Ginting OFM Cap. Beliau merupakan orang yang membuka stasi ini bersama Sobat tarigan, keduanya selalu aktif mendatangi kampung ini secara bergiliran dengan P. Timotheus Sinaga dan juga Fr. Julius Barus untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai kekatolikan.
Awal pendiriannya dicatatkan dalam buku Baptis dimana kala itu diadakan baptisan massal dan ada 153 orang dibaptis. Stasi yang didedikasikan memakai nama pelindung ibunya St. Agustinus dan isteri St. Patrisius, yakni Sta. Monika.
Pada tahun 2006 stasi Sta. Monika Serdang sudah termasuk dalam kategori stasi stabil dengan 61 KK (kurang lebih 238 jiwa) jumlahnya, dan walau perlahan namun pasti, sekarang sudah berjumlah 75 KK (kurang lebih 393 jiwa) yang berhimpun dalam 3 (tiga) lingkungan, yakni: St. Paulus, St. St. Theresia dan St. Stepanus).
Pada catatan sejarahnya, stasi ini mulai beribadah di gereja pada tahun 1984. Tapak gereja seluas 15 x 25 m, merupakan hibah dari Barus mergana Rumah Tanduk pada tahun 1982. Bangunan gereja dibangun secara gotongroyong oleh umat. Bahan-bahan bangunan yang tidak perlu dibeli seperti batu padas, batu mangga, kerikil dan pasir diambil dari sungai. Sementara kayu penyanggga atap dan bambu untuk pranca diambil dari hutan (kerangen) milik umat. “Hanya bahan yang tidak tersedia di kampung ini dibeli dari panglong, yang pengadaannya kami serahkan diatur oleh paroki”, kata bapak Belasen Tarigan anak dari bapak Lose Tarigan, menuturkan.
Bapak Lose Tarigan menurut buku catatan sejarah stasi-stasi yang dikumpulkan oleh P. Leo joosten Ginting “Mbuah Page Nisuan” mencatat namanya sebagai penggerak stasi pada periode tahun 1982-1984, sebagai wakil vorhanger pada periode tahun 1986-1989 dan periode tahun 1989-1992 maupun pada periode tahun 1992-1995 dan 1995-1998. Bersama dengan temannya seperziarahan bapak Lemong Ginting juga tampak banyak punya andil dalam usaha-usaha mempertahankan dan mengembangkan stasi ini. Lemong Ginting merupakan vorhanger pertama ketika struktur kepengurusan stasi mulai mengadopsi istilah Belanda ini pada periode tahun 1983-1986 seterusnya pernah menjabat sebagai wakil vorhanger pada periode tahun 1986-1989, kembali menjadi vorhanger pada periode tahun 1989-1992.

Membangun gereja baru dalam tempo enam bulan
Sekarang stasi ini vorhangernya bernama Ingan br Sembiring atau disebut juga Nd. Riahta. Dalam periode pelayanannya bersama segenap pengurus DPH Stasi, stasi ini telah mendapat gereja baru yang besar dan megah.
Pada awal perencanaan pembangun gereja yang baru ini, ada yang merasa sayang dibongkar karena dianggap sebagai simbol kekukuhan kerja sama dalam pembangunannya. Sudah berkali-kali ganti panitia pembangunan namun selalu macet, sehingga (Parokus di masa itu) RP Moses Elias Sitomorang OFM Cap mengangkat langsung pelaksana paroki sebagai ketua umum pembangunan.
Seterusnya dengan pergantian pastor paroki, RP Liberius Sihombing OFM Cap juga menaruh perhatian yang besar guna kelancaran pekerjaan panitia. Terlebih dengan pencerahan-pencerahan serta pendampingan penuh kharisma baik dari Tangsi Barus, Spd. dan Asli Purba, SE dan anggota dewan paroki lainnya gereja stasi dapat berdiri dalam tempo sesingkat-singkatnya, hanya enam bulan saja. “Bahkan dikatakan pastor Liberius, mungkin sebagai gereja yang tersingkat selesai pembangunannya di keuskupan ini,” kata ingan br Sembiring, porhanger stasi Serdang.
Perkembangan iman dan pendidikan umat diyakini juga akan berkembang dengan aktifnya dua orang dari stasi Serdang mengikuti rangkaian pertemuan Sekolah Pastoral di kevikepan Kabanjahe, yakni Ingan br. Sembiring dan Matius Ginting.
(Penulis: Betlehem Ketaren & Ananta Bangun)

