Memetik ‘Buah’ Tahun Keluarga Berdoa


narasumber (searah jarum jam): Damianus Haloho, keluarga M. Purba, keluarga H. Pardosi dan keluarga Baron Pandiangan (dok. Pribadi)

Saat menapak akhir 2017, Keuskupan Agung Medan juga rindu untuk memetik buah dari “Keluarga Berdoa” sepanjang tahun ini. Satu dari sejumlah gerakan yang lahir dari Sinode KAM ke-VI. Beberapa keluarga dari ragam paroki, berkenan berbagi pendapat, kesan hingga harapan pada gerakan “Keluarga Saleh” di 2018 mendatang.

Mangatur Purba dari Paroki St. Maria Ratu Rosari – Tanjung Selamat, kepada Menjemaat, mengaku telah mengetahui gerakan “Keluarga Berdoa” selama 2017 di KAM. “Di mana setiap keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak-anak memiliki tanggung jawab bersama  untuk menjamin terlaksananya doa bersama di dalam keluarga. Berdoa dalam keluarga ini akan memupuk anak-anak menjadi umat Katolik pendoa di masa depan. Bisa kita bayangkan jika anak-anak kita sekarang ini tidak tahu, tidak mau dan tidak gemar berdoa, apa yang akan terjadi 10 atau 20 tahun mendatang? Gereja kita akan kosong melompong. Tentu hal ini tidak kita kehendaki terjadi pada generasi penerus kita,” ujar suami dari Erniwati br Peranginangin, dan ayah dari Fernando Erianta Purba.

“Kesan saya tentang “Tahun Keluarga Berdoa”, ini adalah momen tepat walaupun terkesan terlambat. Saya katakan tepat karena  ini merupakan satu usaha yang bisa kita lakukan untuk membentuk karakter anggota keluarga teristimewa anak-anak kita menjadi anak-anak yang tahu, taat dan gemar berdoa, dengan demikian mereka akan menjadi anak-anak yang tangguh, militan yang selalu memiliki pengharapan dan mengandalkan Tuhan di dalam hidupnya,” dia menjelaskan. “Saya katakan terkesan agak terlambat, pada saat kita memulai keluarga berdoa di tahun 2017, maka saudara kita umat lain telah lama dan relatif  konsisten melakukan Keluarga Berdoa seperti sholat berjamaah bagi keluarga Muslim dan “saat teduh” bagi keluarga saudara-saudara kita di Protestan dan Kharismatik.”

Mangatur mengatakan, pengurus lingkungan St. Agustinus di stasi induk paroki (tempatnya berada), menanggapai dengan baik pelaksanaan doa dalam keluarga agar lebih semarak dan berkualitas. “Jika selama ini  kecenderungan bahwa berdoa dalam keluarga merupakan rutinitas, atau kewajiban belaka, maka pada tahun ini muncul kesadaran bahwa berdoa merupakan sapaan kepada Allah yaitu merupakan suatu rasa syukur atas berkat dan karunia yang telah kita terima di setiap detik nafas kehidupan kita,” kata Ketua Lingkungan St. Agustinus tersebut.

Tanggapan positif juga dilontarkan keluarga Henri Marudin H. Pardosi dari Paroki St. Yoseph – Parsoburan. “Di tengah keluarga saya, mudah-mudahan hingga seterusnya, semakin menaruh hati dalam gerakan doa bersama. Bahkan, anak bungsu saya, sering mengajak kami untuk membaca Alkitab,” tutur suami dari Ani Rumondang Girsang.

Bapa dari dua putri dan satu putra ini mengaku pernah terharu, “Yakni ketika si bungsu mengingatkan kami untuk Doa Angelus. Saya juga merasa malu karena kami yang lebih dewasa ternyata perlu diingatkan hal tersebut.”

Sementara bagi Baron Ferryson Pandiangan dari Paroki Hati Kudus – Banda Aceh, “Tahun Keluarga Berdoa” semakin menguatkan ritual doa di tengah keluarganya. ““Sebelum sinodepun hal seperti ini sudah saya usahakan melakukannya, seperti membaca Kitab Suci dan mendoakan Doa Angelus,” kata suami dari Minnauli Turnip, yang juga turut menjadi anggota Sinode ke-VI KAM.

Bapak dari tiga putri ini menuturkan, setiap pagi dia dan Istri mengenakan tanda salib di kening anak-anak. “Pada bulan Mei dan Oktober, Doa Rosario kami lakukan dua peristiwa pagi, satu peristiwa siang dan dua peristiwa malam, karena anak-anak nampaknya bosan kalau sekaligus 50-an didoakan, maka saya membuat metode ini dan anak-anak senang melakukannya. Di samping itu, setiap Jumat pertama kami sekeluarga melakukan Adorasi di tempat Beato Dionisius dan Redemptus di Paroki.”

“Sebagai umat beriman, batin kita harus selalu terpaut dan terarah kepada Tuhan melalui sikap berdoa. Apalagi selama 2017 sebagai Tahun Keluarga Berdoa,” kata pegawai negeri Kanwil Kementerian Agama Aceh ini.

 

Jangan Berhenti Hanya di tahun 2017

Pencapaian dari “Tahun Keluarga Berdoa” di KAM tentu menunjukkan hasil beragam. Namun, pelaksana Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Pius X – Aekkanopan, Damianus Haloho mengatakan, telah memberi imbas yang baik. ““Pemantauan secara khusus yang bisa dilihat di stasinya. Yaitu stasi induk bahwa ada peningkatan umat datang ke gereja terutama pada hari Minggu setelah sosialisasi-sosialisasi sesuai himbaun Sinode KAM. Demikian juga kaum bapak-bapak sudah mencapai kurang lebih 80% datang ke gereja. Doa dalam keluarga pun sudah ada peningkatan, seperti Doa Angelus,” terangnya.

Suami dari Agus Linawati Kristina Barus menerangkan, mendapati tumbuhnya semangat umat pada saat menghadiri doa lingkungan. “Pengurus lingkungan selalu melakukan sharing dan himbauan-himbauan. Devosi kepada Bunda Maria dilakukan pada bulan Mei dan Oktober dengan berdoa Rosario dilingkungan-lingkungan setiap hari.”

Mendapati pencapaian serupa, Henri juga turut bersukacita atas pencanangan “Tahun Keluarga Berdoa”. “Kami bersyukur Keuskupan membuat program ini. Saya sungguh kagum, karena selama Tahun Keluarga Berdoa, Perkumpulan Ama Katolik dan Perkumpulan Ina Katolik sudah semakin aktif dan percaya diri untuk menggelar koor di gereja. Saya merasa berdoa. Ini adalah wadah yang pas untuk mengimani Katolik,” ujar Henri seraya menaruh harapan agar dirinya dan para umat Paroki Parsoburan untuk semakin menaruh hati pada Tahun Keluarga Saleh di tahun mendatang.

Namun, Mangatur mendapati hasil berbeda perihal Tahun Keluarga Berdoa ini. “Buah dari Tahun Keluarga Berdoa 2017, menurut saya belum begitu nampak pada saat ini. Kita bisa maklumi karena Keluarga Berdoa masih baru kita galakkan kembali dan tentu belum merata di setiap keluarga maupun pada tingkat lingkungan dan Paroki,” katanya.

Tetapi, Mangatur berharap gereja semakin menggalakkan sosialisasi semangat Keluarga Berdoa. “Jangan sampai terjadi dengan berakhirnya Tahun Keluarga Berdoa 2017, maka berakhir pula para keluarga untuk berdoa.”

Harapan senada juga dilontarkan Damianus. “Para Pengurus Gereja sangat diharapkan untuk selalu aktif dan untuk  tidak jemu-jemu terus menghimbau umat melakukan doa-doa seperti yang dipesankan Sinode KAM itu demi keselamatan jiwa seluruh umat itu sendiri.”

Mangatur menila, program Keluarga Berdoa dikatakan berhasil apabila setiap keluarga umat katolik sudah melaksanakan doa bersama secara teratur dan berkesinambungan.  “Sekarang gereja sudah harus memikirkan bahwa membangun umat bukan pada tingkat Keuskupan atau Paroki, tetapi harus dimulai dari rumah tangga atau keluarga sebagai Gereja Kecil. Kita jangan terlalu takjub melihat gereja sebagai bangunan batu melainkan takjublah melihat keluarga berdoa sebagai gereja kecil, dan inilah yang seharusnya kita bangun dan wujudkan ke depan,” imbuhnya.

(Sr. Dionisia Marbun SCMM, Rina Barus, Ananta Bangun)

///// ditulis untuk majalah Keuskupan Agung Medan, Menjemaat