
Nyaris sudah setua ini, Indonesia masih butuh ‘diingatkan’ tentang perbedaan dan keragaman di dalam-nya. Fikiran ini terbersit kala tugas meliput Upacara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Kamis (17/8/2017), di Graha Maria Annai Velangkanni – Medan.
Mulanya kukira, ini digagas oleh Keuskupan Agung Medan. Namun, syukurlah, Sr. Garilyn, SOSFX — biarawati Suster Oblate Santo Fransiskus Xaverius, yang mengurus di Velangkanni — mengatakan penyelenggara upacara ini adalah media daring nasional, Kompas.com. “Lihat ibu yang mengenakan kaus label ‘Palestina’ di sana. Namanya bu Mei,” ujar Suster seraya menunjuk seorang wanita paruh baya, berambut pendek. “Bu Mei yang memimpin koordinasi acara ini. Dia dari Kompas.com.”
Setelah salam kenal dan basa-basi seperlunya, aku ‘menggali’ ilham dari acara ini dari bu Mei. “Ide utamanya dari kantor pusat (Jakarta). Tapi, kalau ditanya alasan diadakan upacara ini, kemungkinan besar ada kaitan juga dengan makin maraknya isu radikalisme dan ujaran-ujaran kebencian,” terangnya.
Dia mengangguk saat kutanya apakah pemberitaan tentang upacara bertema “Satu Dalam Keragaman”, untuk mengimbangi banjir pemberitaan yang ‘memecah belah’ tadi.
“Nggak hanya di Velangkanni, Kompas.com juga menghelat kegiatan serupa di beberapa tempat strategis di Indonesia,” ungkap jurnalis asal Makassar — namun sudah lama menetap di Medan — tersebut. Aku lupa nama tempat yang dia tuturkan, namun dari pencarian lewat mesin Google, kutemukan informasi even ini juga terlaksana di Masjid Chenq Ho – Palembang, Gereja Baptis Pertama – Bandung, dan Gereja Katolik Santo Yakobus – Surabaya
“Aku sendiri ndak tahu kenapa Velangkanni, termasuk salah satu yang dipilih. Mungkin karena aku pernah membuat liputan tentang tempat ini. Dan memang graha ini secara tak langsung turut menggambarkan Indonesia yang majemuk,” imbuh Mei.
Upacara di Graha Maria Annai Velangkanni dipimpin oleh Pastor Yosafat Ivo Sinaga OFM Cap. [Pada awalnya, Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus B. Sinaga OFM Cap sempat diplot sebagai Pemimpin Upacara. Namun karena undangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Upacara Dirgahayu RI ke-77 di Lapangan Merdeka, Oppu Sinaga pun berhalangan hadir.]
Dalam pidato upacara, Pastor Ivo menyampaikan pesan resmi dari Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. “Bapak Lukman mengatakan ada tiga hal penting dalam upacara peringatan HUT RI ke-72 ini. Pertama, sesungguhnya keragaman dan pluralitas adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Kedua, karena keterbatasan diri manusia tersebut, maka Tuhan menciptkan keragaman. Dan ketiga, keragaman diciptakan bukan untuk memisahkan satu sama lain. Tetapi keragaman diciptakan agar masing-masing pihak yang memiliki keterbatasan itu, bisa saling mengisi, saling melengkapi.”
Direktur Yayasan Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (JPIC) Kapusin Medan, juga menyinggung teladan semangat persatuan dari Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Tadi malam, kita menyaksikan kedua pimpinan negara saling bertukar pakaian adat. Bapak Jokowi mengenakan pakaian adat bugis, dan bapak JK mengenakan pakaian adat Jawa. Ini melambangkan sikap saling menghargai perbedaan.”
Pastor Ivo juga menyampaikan himbauan bahwa seluruh warga negara dipanggil untuk mengisi kemerdekaan, dengan menjaga kesatuan. “Kita memiliki empat pilar untuk menjaga kesatuan tersebut. Yakni, Pancasila, UUD, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Rektor Graha Maria Annai Velangkanni, RP. James Bharataputra SJ menyampaikan terima kasih atas partisipasi seluruh pihak atas terselenggaranya upacara ini.
“Selain itu, saya ingin sampaikan bahwa Graha Maria Annai Velangkanni, dengan arsitektur dan warna-warni bukan hanya satu bangunan indah. Namun melambangkan Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Pastor dari India tersebut menekankan tagline media Kompas.com,” Selain mengingatkan kembali makna persatuan dan Kebhinekaan, kita juga mengajak masyarakat untuk dapat Jernih Melihat Dunia.”
Sebelum mengikuti upacara, seluruh peserta menandatangani komitmen “Indonesia Satu” pada kain berwarna putih yang disediakan oleh panitia. “Ini menggambarkan komitmen kita untuk Indonesia yang tetap satu. Kita harus mengikis egoisme individu yang belakangan ini banyak dikaitkan dengan SARA,” ujar Pastor James.
Aku pun teringat kembali pendapatku sebelum upacara ini dimulai. Sudah berusia 72 tahun, bangsaku ini masih perlu diingatkan tentang ‘perbedaan’ dan ‘keragaman’.
//// disunting ulang dari reportase untuk Menjemaat edisi September 2017
Gallery







Seorang rekan aktivis Komsos di Graha Maria Annai Velangkanni, Jeffry Siallagan, dengan murah hati memberi beberapa hasil jepretan-nya untuk artikel ini. Puji Tuhan! Terima kasih pada bang Jeffry.








