Doa Seekor Burung


Sumber: http://baptistmessage.com

Jika bisa memahami hidup seekor burung, bagaimanakah mahluk bersayap ini mengucapkan doa? Atau singkatnya, apakah kira-kira ucapan doanya kepada Tuhan?

Pastor Kosman P. Sianturi OSC, dalam satu rekoleksi pegawai Keuskupan Agung Medan (KAM) di Pusat Bina Iman St. Yusuf – Mela, Sibolga, Jumat (28/4/2017), ‘menantang’ kami untuk menuliskannya. “Kalian boleh tidak menulis, atau menghafalnya. Namun lebih baik jika dituliskan,” ujar Pastor Ketua Komisi Keluarga KAM itu.

Sebenarnya ini bisa kuanggap mudah, fikirku. Tapi aku tersentak juga. Saat mereka-reka insting seekor burung, dia tentu memohon secara sederhana: makanan dan hidup terbebas ancaman. Setidaknya inilah menurutku.

Maka, aku menuliskannya seperti ini:

“Ya, Allah.

Berilah aku makanan pada hari ini, dan lindungilah aku dari setiap cobaan atau marabahaya.

Terima kasih untuk kasih dan pemeliharaan-Mu. Amin.”

Aku tersentak karena mengingat doa-doaku yang lalu. Permohonan yang rumit, bertele-tele. Atau juga aku yang tidak tahu apa yang hendak kumohon kepada Tuhan.

Menakup tangan, menutup mata dan menenangkan batin serta fikiran. Lalu mulut komat kamit. Sering tanpa suara. Demikian aku menyebut diri sedang berdoa. Namun ternyata doa lebih mendalam daripada itu. Dia (inti pesan doa) lebih sederhana dan jelas.

Sederhana itu jelas dan berdaya. Sehingga ‘dia’ (inti pesan) mudah ditemukan. Mungkin seperti kala aku bayi langsung menemukan/ mengenali Mamak (Ibu) karena suara dan bau tubuhnya. Maka, sepertinya aku bahagia karena ‘terlahir’ kembali dalam pemahaman. Sama bahagianya dengan Archimedes saat menemukan hukum massa dengan menceburkan badannya ke kolam air, dan keluar lagi sambil berseru: “Eureka!”.

Aku bersyukur memperoleh inspirasi baru ini. Terima kasih atas petunjuk-Mu, ya Tuhan. Amin.