
Artikel ini adalah bagian liputan untuk majalah online Lentera News. Hal yang unik adalah saya mewawancara sobat saya sendiri, Agoez Perdana. Namun saya dimudahkan karena telah beberapa kali turut dalam training yang dia bawakan.
Melirik kembali artikel ini, saya berfikir perlu belajar menulis lebih giat lagi. Ada banyak kekurangan di dalamnya. Namun sebagaimana sejatinya sebuah otokritik. Setiap penilaian dan koreksi adalah untuk membangun diri sendiri. Kiranya gagasan utama dalam tulisan ini juga menggugah saudara/i pembaca.
***
Agoez Perdana mengawali karir sebagai Jurnalis di Radio. Dari media elektronik ini, ia merintis pemahaman jurnalistik, khususnya broadcasting. Sebagai jurnalis, ia melabuhkan pemahaman jurnalistiknya di Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dia (pada saat diliput untuk tulisan ini) menjalankan amanah sebagai Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan. Tidak hanya untuk menanamkan etika jurnalistik yang benar. Ia juga sering diundang menghadiri sejumlah pelatihan. Baik di ranah jurnalistik, hingga melebar ke masalah hukum jurnalistik dan sosial. Pengalaman tersebut menyalakan ‘lampu’ gagasannya. “Mengapa tak saya coba berbagi pengetahuan ini dengan orang lain? Dimulai dari sahabat-sahabat terdekat,” ujarnya.
Berbekal pengalaman meliput dan sejumlah pelatihan, Agoez Perdana memberanikan diri berbagi pengetahuannya dengan sesama. “Kala pertama, saya ditawari salah satu yayasan milik perusahaan kelapa sawit Labuhanbatu. Tanpa linglung, saya terima. Sebab toh saya telah mengetahui materi pelatihannya terlebih dahulu. Apalagi, saat itu Teknik Presentasi yang menjadi tema pelatihannya termasuk hobi saya juga, “ kata pria yang kini disibukkan dengan media online KabarMedan.com (http://www.kabarmedan.com).
Pengalaman tersebut menyulut semangatnya. Menurut Agoez, kepiawaian sebagai trainer akan terasah bila sering bergelut di dalamnya. “Saya tidak memperdulikan kompensasi materil yang saya terima sebagai trainer. Bagi saya, setiap tawaran pelatihan dan berdiskusi bersama adalah momentum baik. Sebab ada peluang bagi saya mengasah kemampuan public speaking dan sering juga mendapat pengetahuan dan pengalaman baru dengan orang-orang yang baru juga,” katanya.
Hobi travelling (berjalan-jalan) turut menjadi dorongan semangat berbagi inspirasi dalam benak Agoez. Sebagai seorang relawan, dirinya pernah mengecap mengarungi nusantara dari Aceh, Nias hingga Jawa. “Ada kecenderungan kita menyimpan pandangan negatif tentang daerah luar. Semisal keterbelakangan teknologi, sifat anarkis dan asosial hingga praktik nujum,” kenangnya. “Padahal ketika mendatangi daerah-daerah luar, kesan yang diperoleh ternyata berkebalikan hingga 180 derajat. Hehehehe.”
Temuan-temuan emosional dan faktual inilah kiranya yang mendorong lebih banyak insan untuk berbagi inspirasi dan pengetahuan, kata Agoez. “ Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang tepat juga turut menularkan semangat ini. Meskipun pada umumnya, daerah-daerah lain umumnya meniru gebrakan yang dibuat di Jawa,” ujar jurnalis yang juga blogger dalam komunitas Blogger Medan tersebut.
Mempersiapkan Diri Sebagai Relawan Persiapan mental adalah upaya awal bila hendak menjadi relawan berbagi inspirasi. “Meskipun konteks kegiatan kita ialah kesediaan berbagi pengetahuan, malah secara cuma-cuma pula, namun tidak semua orang dapat memberi apresiasi baik. Rambut bisa sama hitam, namun fikiran siapa yang tahu,” katanya. “Oleh sebab itu memiliki sikap rendah hati dapat menjadi penawar situasi tersebut. Ingatlah bahwa kedudukan dan derajat dalam ranah berbagi inspirasi ini tidak memiliki strata tinggi dan rendah. Semua sama-sama saling membutuhkan dan berkolaborasi.”
Stamina yang prima juga menjadi tumpuan bagi seorang relawan. Dalam pengalamannya, Agoez mendapati bahwa adanya waktu luang untuk beristirahat dan nutrisi secukupnya penting bagi seorang relawan. “Akan percuma saja, bila di tengah kegiatan pelatihan atau diskusi, kita sebagai pemateri maupun tim pendukung malah terkapar keletihan.”
“Mengenal audiens atau peserta kegiatan berbagi inspirasi juga kiat yang mumpuni guna meraih hasil maksimal. Tatkala menjadi voluntir di Kelas Inspirasi Medan, saya sempat kikuk ketika harus mengajar siswa Sekolah Dasar (SD). Ternyata, jauh berbeda dengan audiens dewasa yang selama ini kerap saya beri ¬pelatihan atau diskusi,” aku Agoez. “Namun terlepas dari semua itu, perasaan bahagia dalam berbagi inspirasi dengan sesama adalah kunci utama. Kebahagiaan tidak akan membelenggu niat tulus karena kekurangan kita.”
Kapan kiranya berhenti sebagai relawan berbagi inspirasi ini? “Saya tidak tahu. Dan belum ingin tahu untuk hal itu. Bagi saya, setiap kegiatan berbagi inspirasi adalah investasi iman di -akhirat nanti. Lagipula pengetahuan ini saya hingga kini belum lah ada apa-apanya. Jika saya tidak bersemangat untuk berbagi yang saya tahu, bagaimana mungkin saya bisa memperoleh pengetahuan dari insan lain yang lebih pandai dan bijak,” pungkasnya.
— ditulis untuk majalah Lentera News edisi April 2015