Catatan kecil dari Semiloka “Aksi Umat Menulis”


 

Artikel ini ditulis sebagai skenario untuk presentasi di Semiloka Jurnalistik Dasar bagi Umat di Paroki St. Fransiskus Assisi – Padang Bulan, Medan. Di samping itu, tulisan ini juga hendak dipublikasikan di blog pribadi (anantabangun.wordpress.com/blog) sebagai laporan tertulis, serta dokumentasi.

headline presentasi "Alksi Umat Menulis"
headline presentasi “Alksi Umat Menulis”

Saya patut bersyukur kepada Allah karena diberi anugerah kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman menulis. Secara khusus menulis untuk media Gereja. Sehingga cukup layak disebut khasanah semiloka ini adalah terampil sebagai pewarta laiknya murid-murid Tuhan Yesus.

Untuk menghasilkan semiloka yang berdampak, saya coba merancang pendekatan yang mudah dicerna dan mengena bagi para peserta. Dalam bincang dengan bang Feri Tarigan, selaku juru bicara (saat menyampaikan undangan) dari Paroki Padang Bulan perihal undangan kepada saya menjadi narasumber di semiloka ini, saya mendapati bahwa peserta yang bakal hadir ialah dari kalangan Bina Iman Remaja (BIR), Orang Muda Katolik (OMK) dan Dewan Pastoral Stasi (DPS) dari paroki ini.

Dari ketiga (kelompok kategorial dan pengurus pastoral) itu, saya tarik rentang usia sekira 15 hingga 50 tahun. Ini bukan perkara mudah, sebab gaya komunikasi berbeda dan generasi usia terpaut cukup jauh. Maka, saya memilih pendekatan sederhana dari Simon Sinek, motivator dan konsultan marketing Inggris/ Amerika, yaitu: Golden Circle (lingkaran emas).

Penjelasan mengenai Golden Circle tidak saya kupas mendalam, sebaliknya akan digunakan langsung dalam semiloka ini. Jangan kuatir, ini bukan konsep yang mengerikan. Belum ada yang meninggal dunia karena memakai konsep si Sinek itu.

Golden Circle adalah tiga lingkaran berlapis masing-masing berisi satu pertanyaan. Mulai dari paling dalam ‘Why/ Mengapa’, lapisan kedua ‘How/ Bagaimana’, dan terakhir ‘What/ Apa’. Sepintas sungguh sederhana saja. Namun, perusahaan teknologi komunikasi Apple meraih keberhasilan besar dengan menerapkan konsep ini dalam budaya kerjanya.

***

 presentasi-untuk-semiloka-aksi-umat-menulis4

Saya hendak mulai dengan sebuah pertanyaan yang menggelitik: “Apa yang akan terjadi jika para penulis Alkitab tidak mau atau malas menulis Firman Allah dan kejadian-kejadian sebagaimana kita dapati dalam Kitab Suci?”

Jawabannya bisa beragam dan panjang. Namun, bisa dipastikan pewartaan akan Sabda Allah sulit menyebar dari Yerusalem hingga ke Padang Bulan – Medan. Ada peribahasa Latin kuno menyatakan: “Verba Volant, Scripta Manent” yang berarti “Apa yang terkatakan, akan segera lenyap. Apa yang tertulis akan menjadi abadi.” Menulis adalah bekerja untuk keabadian, kata almarhum Pramoedya Ananta Toer, seorang  Sastrawan.

Sungguh mengesankan bahwa Yesus juga bersabda kepada para murid-Nya (termasuk kita kini), sebagaimana tercantum dalam kitab Lukas 24:47-48: “dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini.

Pentingnya pewartaan tulisan juga pernah disampaikan Allah pada nabi Habakuk – yakni pada masa terjadinya kekacauan sosial : “Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: “Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.

Kita kemudian bertanya: Mengapa harus ditulis? Karena Allah mengakui kekuatan literatur atau pewartaan dengan karya tulis. Jika tidak, pewartaan tersebut rawan diubah atau terdistorsi sehingga menyebabkan kesesatan bagi generasi berikutnya.

Saya berharap landasan biblis di atas mudah dipahami hadirin betapa bermaknanya karya tulis umat dalam pewartaan untuk Gereja. Jika mengandaikan kita membangun rumah butuh landasan tanah yang kuat. Maka, pemahaman akan landasan biblis ini kiranya menjadi penopang yang kuat dalam berkarya tulis.

***

WHY/ MENGAPA

Semiloka ini tidak menetapkan tujuan hendak memproduksi ponsel atau laptop seperti Apple. Dari (juga) perbincangan dengan bang Feri Tarigan, tujuan utama kegiatan ini ialah meningkatkan minat menulis umat di stasi-stasi di Paroki Padang Bulan. Gelontoran tulisan ini diharapkan dapat mendukung media Paroki Padang Bulan.

Oke. Tujuan tersebut sungguh jelas dan tajam. Maka kita akan awali dengan sesi lingkaran/ circle pertama, yakni “WHY” atau Mengapa.

Mengapa Anda para hadirin berkenan luangkan waktu mengikuti semiloka ini? Apakah informasi dan inspirasi dalam semiloka ini benar-benar penting bagi hidup Anda? Atau Anda hendak berbagi pengalaman iman untuk dituliskan bagi media gereja?

Semiloka ini fokus mengenai keterampilan menulis untuk karya pewartaan di media gereja.

Intinya, hadirin tidak akan beroleh inspirasi di luar khasanah ‘keterampilan menulis’. Juga bukan tentang kiat mendongkrak penghasilan dari menulis. Bila kedua hal ini tidak menjawab “WHY” atau mengapa turut serta dalam semiloka ini, tentu sangat merugikan Anda sebagai hadirin. Akan lebih bijak waktu yang ada digunakan bersama keluarga atau hal lainnya. Saya mohon maaf, ini bukan bermaksud mengganjal Anda beroleh pengetahuan. Namun, tanpa tujuan teguh Anda tidak akan memperoleh hasil yang berdampak dari acara ini.

Sebagai pengandaian, pandangan Anda mengenai semiloka ini akan berubah total jika menaruh investasi (katakanlah) Rp5 juta per peserta. Tentu saja, Anda akan memberi perhatian penuh pada setiap materi yang diberi pemateri.

Meskipun tidak kenyataan, sila Anda bayangkan memberi investasi sebesar jumlah di atas, sehingga kiranya waktu dan energi untuk acara ini dapat menjadi inspirasi dan pengetahuan baru dalam hidup.

 

HOW/ BAGAIMANA

Kita masuk ke pertanyaan “HOW” atau Bagaimana.  Dalam semiloka ini, saya sengaja meringkas sebuah kiat menulis menjadi “Tiga Tips Mahir Menulis”. Sebenarnya ada banyak kiat menulis, namun menjejali pikiran Anda dengan ribuan tips tentu menambah biaya. Karena jika membuat sakit kepala, tentu Anda harus beli Bodrex. Hehehe. Ini sekedar selingan.

presentasi-untuk-semiloka-aksi-umat-menulis8

Baiklah, berikut tips yang saya sebut tadi:

  1. MULAI DARI DIRI SENDIRI

* Tulislah topik yang paling Anda suka dan kuasai.

Anda tidak akan kikuk menuliskan topik yang paling Anda suka dan kuasai. Baik karena Anda sudah mempelajarinya (secara teori), maupun karena pengalaman yang mumpuni (praktik).

* Jika topik tersebut membuat Anda tertarik untuk menuliskannya, tapi tidak menguasainya lalu bagaimana?

Nah, dalam kasus ini Anda sebaiknya melakukan riset tentang topik tersebut. Yakni dengan membaca literatur atau buku yang khusus menjelaskan tentang topik tersebut.

Akan lebih baik jika Anda juga mewawancarai orang-orang yang berpengalaman dan kredibel tentang topik tersebut. Terlebih bila Anda juga menyediakan waktu untuk mendapatkan pengalaman (praktik) berkaitan dengan topik tersebut. Semisal olah raga Sepakbola, teknik memasak, dll.

 

  1. MENGENALI JENIS TULISAN (Dalam pelatihan ini, kita rujuk lebih dahulu pada ‘panjang/ pendek’ jumlah karakter tulisan)

* Untuk tulisan pendek (lebih kurang 10 paragraf atau satu halaman folio) boleh ditulis secara random atau acak.

Untuk jenis tulisan pendek boleh dimulai dengan tulisan random atau acak. Setelah rampung, kemudian ditata dengan menuliskan bagian paling menarik/ penting lebih dahulu.

Kalimat ataupun paragraf pendukung kemudian disisipkan menyusul bagian pendahulu yang paling menarik/ penting.
* Bagaimana dengan tulisan yang panjang?

Untuk tulisan panjang disiasati dengan membuat outline (butir-butir) gagasan utama. Semisal outline sesuai dengan hasil riset dan wawancara.

Ketika seluruh outline telah dimuat dalam tulisan, maka disusul menata dengan bagian yang paling menarik lebih dahulu. Kalimat ataupun paragraf pendukung disisipkan kemudian.

 

* Menulis adalah proses

Awali setiap kegiatan menulis dengan menuliskan draft (menuliskan seluruh ide, gagasan, pernyataan, teori, fakta, dll). Setelah draft selesai, maka disusul dengan revisi. Yakni menuliskan bagian yang dipandang paling menarik atau penting.

Revisi dapat berlangsung beberapa kali hingga dianggap mumpuni. Apakah kegiatan menulis telah selesai? Tidak. Sebab menulis adalah berkomunikasi. Kecuali tulisan tersebut untuk diri sendiri, maka kita perlu ‘menguji’ apakah tulisan tersebut dapat jelas dimengerti sasaran pembaca kita.

Beri kesempatan pada seorang karib yang sesuai dengan target pembaca tulisan tersebut (entah karena usia, profesi, pendidikan, maupun latar belakang agama/ gereja/ paroki). Bila si teman mengatakan ada bagian yang kurang dimengerti, maka proses revisi kembali berlangsung. Demikian hingga pendapat beberapa karib menyatakan bahwa tulisan tersebut sudah laik dikirim ke redaksi media.

Jangan salah sangka. Tulisan Anda pun (besar kemungkinan) akan direvisi kembali oleh Editor media untuk disesuaikan dengan kalangan pembaca mereka.

 

  1. MEMBUAT KOMITMEN PADA DIRI SENDIRI

* Buat komitmen bersama beberapa orang untuk rajin menulis

Menulis adalah kebiasaan untuk mengasah keahlian. Dengan membuat komitmen bersama beberapa orang, Anda akan terikat dalam komitmen tersebut.

Sebagaimana keahlian lainnya, mahir menulis dapat dikuasai jika dilakukan berulang-ulang dan sebanyak mampunya. Ada banyak media yang dapat menampung karya tulis awal kita, semisal Facebook maupun blog gratis seperti WordPress dan Blogspot.

 

* Turut serta dalam Komunitas Penulis

Pendapat pribadi penulis tentang tulisannya kadang bisa menjebak. Dibutuhkan pandangan orang kedua, ketiga ataupun lebih untuk memberi penilaian. Terutama kritik dan koreksi.

Dengan review dari orang lain akan mengasah hasil tulisan Anda.

 

 

#Prinsip Menulis untuk Media

Sebelumnya saya telah sampaikan bahwa seni berkomunikasi yang baik adalah mudah dipahami penerima/ pembaca pesan (tulisan) kita.

Dalam khasanah jurnalistik, ada beberapa kaidah informasi yang harus dipenuhi. Kaidah ini biasa diringkas sebagai pertanyaan 5 W + 1 H. Harap dicatat, bahwa pertanyaan ini tidak ada kaitan dengan Golden Circle.

Apa sajakah 5 W + 1 H tersebut?

– What                  : Apakah peristiwa/ informasi yang hendak dituliskan? Apa saja perkataan/ pesan yang disampaikan?

– Where                : Dimanakah peristiwa tersebut berlangsung?

– Who                    : Siapa sajakah yang melaksanakan/ terlibat dalam peristiwa tersebut?

– Why                    : Mengapa peristiwa itu terjadi/ dilaksanakan?

– When                 : Kapan hari/ tanggal/ jam berapa peristiwa/ pernyataan tersebut berlangsung atau disampaikan?

– How                    : Bagaimana peristiwa itu berlangsung? Bagaimana penjelasan/ pernyataan dari narasumber?

 

Bila telah memenuhi jawaban dari kaidah di atas, reporter atau orang yang meliput/ menulis boleh menambahkan informasi tambahan sebagai pendukung. Seperti jumlah, keadaan, komentar yang berkenaan dengan peristiwa dan pernyataan.

Kadangkala kita hendak coba membuat gaya menulis sendiri. Tidak ada masalah, selama tulisan masih bisa dimengerti. Namun perlu diingat untuk menghindari menuliskan di luar fakta lapangan. Dan jangan berlebihan memberikan kata-kata. Tulisan pendek (per kalimat) lebih cepat dibaca dan dipahami pembaca.

Untuk apa menuliskan: “Perayaan Natal di Stasi X berlangsung dengan sangat meriah dan luar biasa sukses. Banyak umat datang berduyun-duyun menghadiri misa yang dipimpin Pastor Z.”

Cukup tuliskan: “Perayaan Natal, pada Jumat (30/12/2016), di lingkungan X berlangsung meriah. Sekira 100 umat hadir dalam misa yang dipimpin Pastor Z. Seusai misa Asmika dan OMK menggelar penampilan sendratari dan olah vokal.”

 

#Pengalaman saya

Hasil meliput sulit menjadi tulisan berita jika tidak memiliki fakta dan informasi yang cukup. Dalam semiloka ini, saya hendak berbagi pengalaman dalam menulis. Apa yang menjadi kiat saya agar tidak terdiam lama dalam menulis hasil liputan? Mempersiapkan bahan pertanyaan wawancara atau untuk diri sendiri. Sebelum meliput untuk majalah Menjemaat, saya kerap mempersiapkan sejumlah pertanyaan yang akan menjadi fokus liputan saya.

Baik, berikut saya hendak sajikan satu tulisan saya untuk kolom APA & SIAPA atau Profil di Menjemaat edisi Februari 2015. Untuk wawancara profil, saya lebih senang mengirim pertanyaan via email atau media sosial. Mengapa? Untuk menghindari kekeliruan menangkap jawaban wawancara lisan. Pun, jika narasumber bisa memilih kalimat yang nyaman bagi dirinya untuk dimuat di media. Berikut daftar pertanyaan saya dengan narasumber dr. Elias Siahaan, seorang dokter di Rumah Sakit Harapan di Pematang Siantar (daftar pertanyaan wawancara dikirim dan dijawab via pesan Facebook).

 

Dear dr. Elias Siahaan,

Terima kasih sebelumnya telah berkenan untuk berwawancara dengan Menjemaat.

Guna melengkapi artikel mengenai profil dokter Siahaan, berikut saya semat beberapa tanya:

  1. Bisakah kami mendapat tahu riwayat dokter? Sedari lahir hingga menempuh jalur akademik menjadi seorang dokter saat ini?
  2. Apakah menjadi dokter telah lama menjadi cita-cita dokter Siahaan? Mengapa?
  3. Apakah ada pengalaman yang unik selama menjalani peran sebagai seorang dokter?
  4. Siapakah sosok yang menjadi idola dokter Siahaan?
  5. Mengapa dokter Siahaan masih menyempatkan diri mengabdi untuk Gereja melalui Komisi Kekeluargaan di Keuskuan Agung Medan?
  6. Apakah ada kata mutiara yang dapat disharing dengan para pembaca Menjemaat?

 

Terima kasih, dokter Siahaan. Demikian beberapa pertanyaan yang hendak saya sampaikan melalui e-mail ini.

Salam sejahtera selalu. Amin.

Mejuah-juah,

Ananta Bangun

 

///// berikut petikan jawaban beliau.

 

  1. Saya lahir di Pematangsiantar 12 November 1963. Saya menamatkan SD saya di SD RK Cinta Rakyat Jln. SIBOLGA PEMATANGSIANTAR. Saya melanjutkan sekolah saya di SMP Perguruan Nasional Khalsa Medan dan SMA Neg. 8 Medan. Dan saya masuk di FK USU tahun 1983. Tahun keluar jangan ditanya bos…pokoke lama dah… Ayah saya dulu pegawai perkebunan di Dolok Ilir sehingga saya lahirnya di RS Perkebunan Laras. Bliau meninggal sewaktu saya masih klas 3 SMP dan ibu saya F br Panggabean meninggal sewaktu saya masih kuliah semester 3. Saya menikah dengan Megah M Banjarnahor dan dikaruniai 3 putri dan 1 putra.
  1. Sejak kecil ketika ditanyakan cita2 saya, maka saya selalu menjawab mau menjadi dokter. Saya sejak kecil sering sakit dan selalu dibawa berobat ke RS LARA, sehingga saya senang dengan suasana RS. Saya juga sangat ingin meraawat ke 2 orang tua saya dimasa tuanya, walaupun akhirnya hal itu tidak kesampaian dan pernah membuat saya kecewa dan limbung sehingga sempat agak ogah2an tuk melanjutkan studi.
  2. Saya bekerja sebagai dokter pernah di Klinik Saribudolok, milik kongregasi susteran SFD, sebelum pindah ke RS HARAPAN. Disana saya pernah merawat seorang pasien yg dibawa kembali dari RS pemerintahan di Medan dengan patah tulang, dalam keadaan di Gips dan sudah bau busuk. Ketika kami buka dengan seorang perwat dibantu seorang pemuda tetangga klinik itu kami melihat begitu banyak ulat disitu. Saya pada awalnya mengatakan bahwa rujukan ini salah, seharusnya dari desa pindah ke pelayanan dikota, tetapi keluarga mengatakan bahwa mereka sudah menyerahkan patah tulangnya kepada dukun patah dan dokter hanya merawat lukanya serta infeksinya, jadilah kolaborasi dokter dan dukun patah merawat pasien di klinik.😃 untungnya pasien itu dapat sembuh dengan baik. Tugas saya dan perawat setiap hari mencabuti ulat dari dalm luka setiap setelah sarapan pagi, saya katakan itu sebagai sarapan kedua.
  3. Idola saya saya seorang pastor yang begitu ramah dan sederhana, Carmlitan di paroki pasar merah sekaligus pembina timkat unika dimana saya juga menjadi anggotanya pada waktu itu.
  4. Saya berusaha mengabdikan diri pada masyarakat bukan pada pemerintah, karena saya merasa bahwa lewat hal itu saya berusaha menyatakan cinta Yesus kepada sesama. Jadi saya tidak hanya di komisi itu saja, tapi juga pernah menjadi ketua DPL walaupun saya sering keluar kota. Dan saya berusaha tetap mengunjungi para anggota umat ketika sedang diluar kota untuk sekedar mengingatkan pertemuan lingkunga dan petugasnya melalui sms, itulah gunanya sarana komunikasi saya/ hp. Saya juga aktif memberikan ceramah kesehatan di paroki ataupun kelompok2 masyarakat manapun yang mengundang saya. Terutama saya juga aktif sebagai fasilitator program pemberantasan TB Nasional, saya masuk dalam tim pelatih provinsi Sumut di DinKes Sumut. Jadi fokus utama saya di pemberantasan TB walaupun saya juga berceramah tentang kesehatan lain di masyarakat.
  5. “Bridge over trouble water” adalah judul lagu yang sangat menginspirasi saya dalam pelayanan sehari hari. Bagaimanalah umat yang sudah merasa tidak diperhatikan lagi seperti penderita TB, karena menular, dapat saya bantu untuk mendapatkan kesembuhan dengan biaya yang murah tapi tetap dengan pelayanan yang berkualitas.

 

Dari hasil wawancara tersebut saya pun menulis sebuah artikel profil berikut ini:wawancara-dengan-bapak-elias-siahaanElias Siahaan : “Menjadi Dokter untuk Melayani Sesama”

Semenjak kecil kerap dibawa berobat ke Rumah Sakit tidak meninggalkan kesan traumatis bagi Elias Siahaan; sebaliknya pengalaman tersebut menerbitkan cita-citanya menjadi seorang dokter. “Dulu, semasa kanak-kanak saya sering sakit, dan selalu dibawa berobat ke RS LARA. Sehingga saya senang dengan suasana Rumah Sakit,” kenang Siahaan yang telah mewujudkan cita-citanya sebagai seorang dokter di RS Harapan – Pematangsiantar.

Alumnus SMA Negeri 8 Medan ini, merintis jalur akademis kedokteran usai menamatkan jenjang pendidikan di SD RK Cinta Rakyat Jln. Sibolga Pematangsiantar dan SMP Perguruan Nasional Khalsa Medan. Pada tahun 1983, ia pun berhasil diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dokter kelahiran 12 November 1963 ini mengakui tidak dengan mudah menempuh pendidikan di kampusnya. Sepeninggal ibundanya tercinta, F br Panggabean sewaktu masih kuliah semester III berimbas pada motivasinya untuk kuliah.

“Harapan terdalam saya untuk menjadi seorang dokter juga hendak membuat bangga kedua orang tua saya dimasa tuanya. Namun, akhirnya hal itu tidak kesampaian dan pernah membuat saya kecewa dan limbung sehingga agak ogah-ogahan melanjutkan studi,” kata Siahaan yang sebelumnya ditinggal wafat ayah terkasih semasa ia masih kelas 3 SMP. “Karenanya saya butuh waktu lama merampungkan pendidikan kedokteran saya. Saat tamat kuliah, saya sempat mengabdi di klinik Saribudolok (milik Susteran Kongregasi SFD) sebelum pindah ke RS Harapan Pematangsiantar.”

Sarapan Kedua: Mencabut Ulat

Dalam napaktilas pelayanannya, Siahaan pernah mendapati pengalaman unik di klinik Saribudolok. “Saya pernah merawat seorang pasien – menderita patah tulang – yang dibawa kembali dari Rumah Sakit pemerintahan di Medan, dalam keadaan di Gips dan sudah bau busuk,” ujarnya. “Ketika kami buka dengan seorang perawat, dibantu seorang pemuda tetangga klinik itu, kami melihat begitu banyak ulat pada bagian tubuhnya. Saya pada awalnya mengatakan bahwa rujukan ini salah, seharusnya dari desa pindah ke pelayanan di kota.”

Ia melanjutkan, pihak keluarga pasien berkata telah menyerahkan patah tulangnya kepada dukun patah dan meminta dokter hanya merawat lukanya serta infeksinya. “Jadilah kolaborasi dokter dan dukun patah merawat pasien di klinik. Untungnya pasien itu dapat sembuh dengan baik. Tugas saya dan perawat setiap hari mencabuti ulat dari dalm luka setiap setelah sarapan pagi, saya katakan itu sebagai sarapan kedua,” kata dokter yang senang bersenda gurau tersebut.

Pahit manis pengalaman dalam melayani pasien mengasah empati suami Megah M Banjarnahor ini bagi masyarakat. “Saya berusaha mengabdikan diri pada masyarakat bukan pada pemerintah. Karena saya merasa bahwa lewat hal itu saya berusaha menyatakan cinta Yesus kepada sesama,” kata Siahaan yang juga mengambil peran dalam Komisi Keluarga di Keuskupan Agung Medan.

Di sela-sela kesibukannya di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar, Ayah dari 3 putri dan 1 putra ini juga aktif aktif memberikan ceramah kesehatan di paroki ataupun kelompok2 masyarakat manapun yang mengundangnya.

“Terutama saya juga aktif sebagai fasilitator program pemberantasan TB Nasional. Saya masuk dalam tim pelatih di Dinas Kesehatan Prov Sumut. Jadi fokus utama saya di pemberantasan TB walaupun saya juga berceramah tentang kesehatan lain di masyarakat. Bagaimanalah umat yang sudah merasa tidak diperhatikan lagi seperti penderita TB, karena menular. Sehingga saya tergerak membantu untuk mendapatkan kesembuhan dengan biaya yang murah, tapi tetap dengan pelayanan yang berkualitas.,” terangnya.

Tatkala senggang, pengagum seorang Imam Carmelitan di Paroki Pasar Merah ini menyempatkan diri mendengarkan lantunan lagu ‘Bridge Over Trouble Water’. “Lagu yang didendangkan oleh Simon & Garfunkel tersebut sungguh sarat ilham. Terutama dalam pelayanan sehari-hari,” kata dr. Elias Siahaan.

(Ananta Bangun)

=======

Masih banyak contoh hendak saya paparkan sebagai bahan pembelajaran menulis untuk media gereja, namun saya urungkan karena keterbatasan waktu. Perlu diketahui bahwa keterampilan menulis liputan sama seperti mengasah pisau. Dilakukan berulang-ulang agar lebih tajam.

Sila membaca tulisan di media-media gereja seperti Menjemaat, HIDUP, atau buletin San Francesco edisi tahun sebelumnya. Jika ingin membaca beberapa tulisan saya untuk Menjemaat dengan senang hati saya persilakan ke blog www.anantabangun.wordpress.com/blog.

 

 

WHAT/ APA

Apa yang hendak diwujudkan dalam untuk mencapai hasil berdampak dari semiloka ini? Tentu saja, kita musti luangkan waktu untuk praktik wawancara dan menulis sejenak. Silakan untuk memilih beberapa tema di bawah ini:

– Menuliskan berita peristiwa semiloka ini (narasumber: Panitia, Pastor Paroki, Pembicara, dan beberapa hadirin)

– Profil (boleh memilih satu narasumber, semisal Pastor Paroki)

– Pengalaman/ Kisah Iman

 

#Tujuan & Komitmen

Sebelum Anda kembali ke alamnya masing-masing. Saya hendak berbagi sebuah memori yang kiranya dapat menjadi jimat Anda dalam belajar menulis.

Tidak rumit yang harus Anda sediakan. Cukup selembar kertas folio dan pena.

Di selembar kertas tersebut tuliskanlah:

– TUJUAN (Tujuan Anda mengikuti Semiloka ini)

– KOMITMEN (Komitmen tertulis Anda usai mengikuti Semiloka ini)

 

presentasi-untuk-semiloka-aksi-umat-menulis15Jika sudah selesai, sila mohon seorang teman untuk memotret Anda sambil menampilkan kertas tersebut. Kemudian unggah/ posting ke Facebook atau media sosial lainnya.

Anda akan mendapati bahwa banyak teman-teman akan mendukung agar Anda dapat tekun belajar menulis. Namun, tentu saja doa memohon berkat dan hikmat dari Allah lebih besar dampaknya.

Demikian saya sampaikan materi tentang MENULIS UNTUK MEDIA GEREJA ini. Saya harus akui pengetahuan yang saya miliki masih kerdil dan tidak sempurna. Ini akan semakin tumbuh baik bila saya belajar bersama Anda semua.

Mari belajar menulis. Mari bekerja untuk keabadian. Yakni, mewartakan kabar baik tidak hanya dari Yerusalem ke Padang Bulan, namun ke seluruh penjuru dunia. Amin.

.:: Pertanyaan susulan seputar semiloka ini bisa dikirim ke email: anantabangun@gmail.com

 

Selingan| Beberapa jepretan pada Semiloka “Aksi Umat Menulis”

img_0262 img_0280 img_0282 img_0283

Untuk melirik atau hendak menyimpan Presentasi saya dalam semiloka ini, sila klik tautan di bawah ini: