Saya Bersyukur Pernah Mengalami Peristiwa Erupsi Sinabung


bapak-panjang-bangun-umat-paroki-tiganderket-eks-ketua-dps-selandi-2
Panjang Bangun difoto di pelataran Gereja Paroki Tiganderket (Foto: Ananta Bangun)

“Nama saya Panjang,” ujar pria paruh baya beperawakan langsing tersebut. “(dan) Marga saya Bangun.” Mulanya Menjemaat coba mereka-reka seberapa panjang nama si bapak. Ternyata bukan adjektiva yang dimaksud, melainkan benar sebuah nama saja. Kala diberitahukan kepadanya, kami berdua terpingkal-pingkal. Humor yang mencairkan wawancara bersama umat Paroki St. Monika Tiganderket itu. Hasil perbincangan dengan ayah dari tiga anak tersebut, dimaksud untuk liputan ‘Kisah’ iman, yang tertuang di majalah Menjemaat edisi bulan ini. Berikut petikannya.

***

Mengenang kembali pengalaman iman selama bencana erupsi Sinabung tentu berlabuh pada masa pertama gunung tersebut meletus. Tepatnya pada tahun 2010 silam. Kami sekeluarga, bersama penduduk desa Selandi (kecamatan Tiganderket, kabupaten Karo) sekitarnya, mengungsi ke Posko penampungan di Tiga Binanga. Kami bertempat di posko tersebut selama tiga minggu lamanya.

Pada masa itu, pendaftaran untuk pindah posko masih bebas. Sehingga saya memutuskan bersama keluarga pindah ke posko di Kabanjahe. Pertimbangan utamanya karena ada tawaran bekerja sebagai buruh tani di ladang milik keluarga di kota tersebut. Hasil dari pencaharian tersebut sungguh berarti bagi kami. Terutama untuk biaya sekolah anak-anak kami.

Ketika dinyatakan sudah aman oleh pemerintah, keluarga kami pun turut pulang ke kampung halaman. Tetapi nyatanya Sinabung belum usai ‘batuk.’ Pada saat erupsi di tahun 2013,  keluarga kami pun bolak-balik mengungsi. Selama dua bulan kami mengungsi di Posko Kaisar Selandi Baru. Kemudian, kami pindah ke Posko Perbesi. Di sana kami menetap selama tujuh bulan.

Tanggal 3 Juli 2014, kami diperkenankan pulang ke kampung halaman. Pulang dengan persediaan hampa tentu amat berat bagi kami. Sehingga wajar bila terjadi penyusutan jumlah penduduk di Selandi, dari 110 KK (Kepala Keluarga) hingga sekira 50 KK saja. Dalam jangka setahun, perekonomian melemah.

Kami sungguh bersyukur ada uluran bantuan Gereja Keuskupan Agung Medan (KAM) melalui Caritas PSE yang memberi bantuan pangan dan bibit kopi. Hasil tani dari bibit yang pertama gagal karena dirundung abu vulkanik nan tebal, dan disertai musim kemarau. Bantuan bibit kopi kedua, sebanyak 4.000 buah, kemudian berhasil.  Hasil dari bantuan ini lah yang menjadi penopang ekonomi korban erupsi di kampung kami. Keadaan juga sudah agak membaik karena hasil tani bawang yang bagus.

 

Merasakan Sabda Allah itu Hidup

Alih-alih bersungut karena ditimpa bencana erupsi Gunung Sinabung, saya malah sungguh bersyukur pernah merasakan pengalaman ini. Benar bahwa saya dan keluarga mengalami kesukaran dan tantangan yang berat. Tetapi banyak hal justru menghidupkan iman saya bersama keluarga.

Perhatian dari saudara-saudara seiman, khususnya dari Paroki Berastagi, Paroki Tiga Binanga dan Paroki Tiganderket, selalu menumbuhkan harapan dan sukacita. Di samping itu kami merasa seperti hadirnya keluarga baru. Pada masa pengungsian di Posko Kaisar, saya pernah dihubungi pengurus gereja Paroki Tiga Binanga (saat itu saya menjabat sebagai Ketua Dewan Pastoral Stasi Selandi): “Halo, Pak. Ini kami sedang masak daging sapi. Apakah ada lauk di Posko Kaisar? Datang kemari ya. Kami hendak berbagi dengan pengungsi di Posko Kaisar.” Wah. Saya kaget campur haru.

Selama enam tahun masa pengungsian, ada saja rezeki dari Tuhan yang membuat anak-anak kami tidak putus sekolah. Tidak hanya dengan menjadi buruh tani di Kabanjahe. Namun juga tawaran bantuan menggarap lahan tani dan alat dari Paroki Tiga Binanga kepada kami umat Paroki Tiga Nderket yang mengungsi.

Saya teringat satu petikan sabda Yesus di Perjanjian Baru, namun lupa ayat nya, bahwa: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (kutipan dari kitab Matius 25:40).

Menurut saya, seluruh perhatian dan kebaikan yang saya dan kami peroleh selama penampungan tersebut adalah curahan rahmat dari Allah. Melalui pengalaman mengungsi dari erupsi Sinabung, saya dan keluarga merasakan sabda Allah itu hidup. Kini walaupun sudah tak lagi menjabat pengurus DPS Selandi (karena sudah dua periode jabatan), saya masih semangat turut melayani di gereja. Guna menjaga buah roh dalam iman saya dan keluarga tetap hidup selamanya.

(sebagaimana diceritakan kepada Ananta Bangun)