Keluarga Menginspirasi Jalan Imamat Saya


melayani-umat-hingga-daerah-jauh
Pater Marselinus bersama umat Paroki Parongil (dok. Pribadi)

Kisah Imamat RP Marselinus Monang Sijabat, O. Carm

Saya tidak begitu mengingat rincian kisah semasa saya lahir di tengah keluarga. Menurut cerita dari orangtua, ketika saya lahir yang maranggap (melek-melekan) di rumah adalah Pastor Paroki dan Para suster KYM yang sedang mengadakan kunjungan di stasi kelahiran saya (Stasi Tanjung Harapan Paroki Aek Nabara) dan bermalam dirumah orang tua, Robert Marcellus Sijabat (almarhum 4 Nopember 2008), yang pada waktu itu memang menjabat sebagai forhanger stasi.

Saya lupa persis pastor siapa pada saat itu, mungkin pastor Germano atau Pastor Josep SX. Sambil markombur-kombur mereka membuat nama saya “Monang Kader”. Dan memang itulah nama pemberian para pastor dan suster tersebut. Entah mengapa nama Kader-nya tidak saya temukan di berkas-berkas saya. Menurut Permenungan saya, ada benarnya juga karena tokoh-tokoh ini yang menanamkan benih panggilan itu pada saya, karena begitu saya lahir saya sudah melihat pastor dan para suster begitu lahir dari kandungan ibu, Rebecca br. Sibarani (almarhuma 7 September 1987).

Para Pastor yang pernah berkarya di Parokiku sedikit banyak mempengaruhi perjalanan panggilanku. Pantas saya ucapkan terimakasih kepada Pastor Luigi Magnasco SX, P. Germano SX, P. Joseph SX, dan P. Salvador, dan para Suster KYM yang pernah berkarya di Paroki Aek Nabara yang katanya dulu sering makan dan menginap di rumah orangtua saya ketika marstasi.

Semasa studi SMP RK Bintang Timur Rantau Prapat, saya iseng-iseng mengikuti testing ke Seminari Menangah Pematang Siantar. Perkenalan dengan seminari bermula dari abang saya yang masuk seminari di Retorica, lalu masuk postulan Kapusin dan akhirnya keluar. Niat awalnya, hanya mau masuk seminari untuk mencuri ilmu dan mengembangkan bakat seni khususnya seni musik saja.

Pada saat testing dalam sesi wawancara masih saya ingat pertanyaan Pastor Anselmus Mahulae OFM Cap. “Apa Motivasimu masuk seminari?” Dengan berbohong penuh semangat saya menjawab: “Saya mau jadi coba-coba jadi pastor”. Pastor itu menjawab :”Ohhh…. Jadi kamu hanya mau coba-coba ya…. Ya sudah, kita coba-coba saja terima nanti…””. Tidak ada harapan saya akan diterima pada waktu itu, namun akhirnya diterima juga. Akhirnya saya masuk Seminari tahun 1996

Masih saya ingat setelah diterima benar juga kata coba-coba tadi mulai terbukti, semester pertama di seminari hampir saja saya dicobai alias hampir dikeluarkan karena nilai akademisnya coba-coba juga alias dibawah standar. Namun berkat bimbingan para imam dan guru di seminari saya banyak mengalami perubahan dan bakat saya pada bidang seni juga tetap saya kembangkan.

Setelah tamat dari Seminari Menengah awalnya saya tidak direstui oleh saudara/i untuk masuk Biara, dengan tawaran-tawaran yang menjanjikan saya diminta untuk tidak melanjutkan perjalanan panggilan ini. Mereka meminta supaya saya kuliah musik saja. Mungkin takut saya berhenti ditengah. Tapi entah mengapa saya tetap memilih untuk melanjutkan panggilan saya dan akhirnya saya memilih Ordo Karmel.

Pilihan menjadi seorang karmelit boleh saya katakan adalah hasil bimbingan Roh Kudus. Untuk memilih ini saja saya harus berdoa pribadi pada saat jam istrahat sekolah, dan hasilnya saya mendapatkan bisikan agar saya memilih Karmel. Bagi teman-teman seangkatan dan teman-teman dekat saya pada waktu di Seminari adalah pilihan yang aneh. Bahkan seorang pastor pembimbing berkata “Kamu tidak cocok jadi seorang karmelit, kamu akan berhadapan dengan teman-teman dari Jawa nanti. Kamu aja kalo ngomong keras-keras”. Cukup beralasan Pastor itu berkata demikian karena beliau mengenal saya dan beliau berasal dari Pulau Jawa juga. Namun akhirnya saya diterima di Ordo Karmel. Ada 6 orang kami yang diterima dari Seminari masuk Ordo Karmel pada saat itu.

Tahun 2000 bersama dengan 6 orang saudara saya melangkahkan kaki di Jawa Timur dan masuk biara Novisiat Karmel Regina Apostolorum – Batu Malang. Perjalanan menjadi seorang Karmelit dan menjadi Imam Karmel juga tidaklah berjalan mulus. Masih saya ingat tahun Juli 2002 ketika akan profesi perdana/kaul perdana hampir saja kaul perdana saya ditolak karena alasan nilai akademis. Demikian halnya juga ketika tahun ke-II Profesi di tengah perjalanan hampir dikeluarkan dari Biara karena sakit. Tetapi berkat dukungan pembimbing Rohani dan Bapak Pengakuan saya masih dipertahankan untuk tinggal di Biara, dan akhirnya juga masih diijinkan untuk memperbaharui kaul tahun-tahun berikutnya. Akhirnya saya diijinkan terus untuk mengucapkan profesi/kaul kekal di Ordo Karmel dan diijinkan untuk menerima tahbisan Imam.

rp-marselinus-monang-sijabat-o-carm
Pater Marselinus diabadikan saat memimpin sermon bolon di gereja paroki Parongil (Foto: Ananta Bangun)

Memberantas Judi Togel

Jika ditanya soal pengalaman menantang selama pelayanan sebagai Imam, belumlah terlalu banyak sebab perjalanan saya sebagai imam masih enam tahun. Namun dalam rentang waktu tersebut ada kisah-kisah menarik yang saya alami, yakni memberantas Judi Togel.

Saat itu tahun 2012 sedang marak judi togel di wilayah Paroki Sumbul. Banyak umat yang terlibat dalam kejahatan ini, mulai dari anak-anak sekolah terlebih para kaum bapak bahkan ibu-ibu. Tidak jarang juga para pengurus Gereja terlibat di dalamnya, sampai-sampai perikop bacaan kitab sucipun dan nomor ende dibuat jadi nomor jitu. Istilah mereka Kode Alam. Melihat realitas ini bersama dengan pastor paroki pada saat itu kami mengadakan pembinaan kepada para kaum bapak di Sumbul dengan tema “Antara Kitab Suci dan Togel: Antara Kehidupan dan Kehancuran Hidup”.

Dalam situasi ini, saat itu ada satu rumah persis bersebelahan dengan kantor Paroki menjadi tempat penyetoran dan berkumpulnya para penulis togel dari berbagai daerah. Sering kali rumah ini ramai setiap malamnya. Sering juga pulang dari stasi malam hari jalan menuju pastoran terhalang oleh kendaran mereka bahkan sering ada kendaraan oknum aparat sampai harus berdebat dengan yang bersangkutan karena saya mengklekson mobil dengan kuat agar kendaraannya disingkirkan.

Melihat kenyataan ini saya mencoba mencari jalan untuk menjumpai Kapolres Dairi. Berkat bantuan seorang kenalan di Jakarta akhirnya saya diperkenankan menjumpai sang Kapolres. Saya bersama seorang saksi yang bersebelahan langsung dengan rumah yang bersangkutan dan ketua DPP melaporkan keprihatinan tersebut. Saya meminta supaya situasi itu ditanggapi dengan segera. Sang kapolres hanya mengiyakan saja. Satu minggu setelah pertemuan itu tidak ada juga tindak lanjutnya, lalu saya menelepon kembali kepada sang kapolres dengan bantuan kenalan dari Jakarta juga. Setelah saya mendesak akhirnya laporan itu ditindak lanjuti.

Dalam masa pelaporan itulah ada beberapa pihak yang merasa terganggu dan mulai melancarkan aksi teror. Pernah dalam perjalanan malam ke stasi kendaraan saya di cegat dan berkata: “Pak, jangan terlalu sibuklah mengurus situasi ini, mohon hati-hati”. Dan dengan tenang saya berkata: “anda bukan urusanku”.

Ada hal yang menarik lagi berkaitan dengan togel ini. Pernah saya kunjungan ke stasi ketika mengadakan misa malam bersama OMK. Saat saya memarkirkan sepeda motor, entah karena tanahnya lembek sepeda motor itu terjatuh dan sontak seorang pengurus dan seorang bapak tua berkata: “Bah… Madabu kareta ni pastor… nomor piga BK-na”. Sontak saya berkata:” “Bah amanta on… Dang na ditolong pastorna… nomor ni BK na do disungkun. Buatma nomor na i, asa suda hamu”. Sontak bapak dan pengurus itu terdiam dan tidak berani berkata-kata selama acara.

 

Pengaruh Kasih Keluarga

Bila saya melihat perjalanan panggilan menjadi seorang Imam saat ini bermula dari kebiasaan keluarga. Sebagai bungsu dari enam bersaudara (Bertua br. Sijabat, Nurmiwaty br. Sijabat, Rentauli br. Sijabat, Parulian Sijabat, Bernatus Sijabat), saya cukup merasakan arti kebersamaan dan hidup doa keluarga. Bapak saya seorang Forhanger dan boleh dibilang sebagai perintis Gereja stasi kelahiran saya.

Ada kebiasaan yang sangat baik yang saya rasakan sejak dulu, makan bersama adalah kebiasaan terindah dalam keluarga kami. Makan malam adalah hal terindah dalam keluarga kami. Almarhum bapak tidak mengijinkan siapapun dari kami yang boleh makan sendiri-sendiri. Jika ada kakak atau abang yang pergi keluar malam dan belum makan harus dicari supaya bisa makan bersama. Dalam makan bersama inilah sering kali kami melakukan percakapan dengan kedua orang tua dan sanak saudara. Saya masih ingat untuk makan malam saja sering kami berlama-lama sambil bercengkrama. Almarhum bapak juga sering membagikan lauk dari piringnya kepada anak-anaknya.

Selain itu ketika kami anak-anaknya akan menghadapi ujian-ujian penting dalam  sekolah masih saya ingat bagaimana bapak memberikan makan khusus bagi kami. Masih saya ingat ketika akan ujian saya mendapatkan sebutir telur diatas nasi putih dalam piring dan diberikan pada saya ketika makan malam sebelum ujian.

Selain acara makan bersama hal yang sangat terkesan buat saya adalah ketika hari Minggu. Ada kebiasaan dalam keluarga kami untuk pergi ke Gereja secara bersama-sama. Maka ada kebanggan bagi saya ketika kami semua bisa berjalan bersama-sama ke Gereja.

Kebiasaan lain yang masih saya ingat adalah kebiasaan malam pergantian tahun baru. Pada malam pergantian tahun setelah pulang dari Gereja, kami akan berkumpul dan melakukan doa bersama. Hampir tidak pernah terlewatkan kebersamaan seperti ini tiap tahunnya.

Pengalaman dalam keluarga inilah yang sekiranya sangat mempengaruhi hidup panggilan saya.

 

(sebagaimana diceritakan kepada Ananta Bangun) | Foto: Ananta Bangun & Dok. Pribadi